Bisnis martabak kurang mantap



Martabak sudah tak asing bagi lidah orang Indonesia. Pengusaha yang menekuni bisnis makanan sejuta umat ini pun terus mekar, sehingga persaingan semakin ketat.

Perlu trik khusus untuk menarik pelanggan, misalnya produk martabak yang unik dan berbeda dengan yang lain sehingga bisa menarik pasar yang lebih besar. Trik ini penting, terutama bagi pengusaha yang hendak menawarkan martabak produksinya menjadi bisnis kemitraan.

Maklum, bisnis martabak ini sudah mulai terlihat jenuh karena pemainnya yang sudah penuh. Setidaknya itu tertangkap dari sejumlah usaha kemitraan martabak yang diulas KONTAN. Secara umum, masalah manajemen yang tidak baik membuat pemain di segmen ini tidak bisa menggenjot


pertumbuhan bisnis maksimal. Malahan ada juga yang mencatatkan penurunan mitra dan pelanggan. Seperti apa perkembangan bisnis ini, berikut ulasannya:

Martabak House

Pada Maret 2009, KONTAN sudah mengulas tawaran kemitraan Martabak House asal Semarang. Martabak ini menonjolkan keunikan dengan menyajikan martabak di atas loyang panas laksana steik. Itulah mengapa Martabak House menyebut martabak ini sebagai steik martabak atau martabak hot plate.

Paulus Gunawan, pemilik Martabak House memulai usahanya pada 2007 dan baru menawarkan kemitraan pada 2009. Ia mengklaim, banyak pelanggan yang suka martabaknya.

Anehnya, jumlah mitranya malah menyusut. Semula, Martabak House memiliki tiga mitra yang tersebar di Semarang dan Yogyakarta. Kini, dua mitranya tidak beroperasi lagi lantaran sewa tempat jualannya tidak bisa diperpanjang. "Jadi tinggal satu mitra yang beroperasi," ujarnya.

Sementara, gerai miliknya sendiri di Semarang tetap beroperasi dan bisa meraup omzet sekitar Rp 120 juta per bulan. Meskipun mengalami penurunan, Paulus yakin, bisnis martabaknya tetap berkibar. Salah satu strategi yang ia lakukan adalah membangun kerjasama dengan Alfamart. "Jadi setiap pemilik kartu Alfamart akan dapat diskon 10% - 20% jika membeli martabak di gerai kami,"ujarnya.

Meski jumlah mitranya berkurang, Paulus tetap menawarkan kemitraan bisnis martabaknya itu. Biaya investasinya belum ada perubahan. Mitra harus menyiapkan biaya franchice fee Rp 25 juta untuk masa kerjasama selama lima tahun.

Mitra juga harus menyiapkan modal sebesar Rp 40 juta untuk biaya investasi peralatan dapur, seperti kompor, dan tungku. Selain itu, masih ada biaya sewa tempat dan lainnya. Dus, mitra diprediksi harus memiliki modal awal Rp 100 juta -Rp 150 juta.

Dengan biaya ini mitra akan mendapatkan fasilitas peralatan lengkap, pelatihan karyawan, dan bahan baku senilai Rp 10 juta. Setelah bisnis berputra, kantor pusat akan mewajibkan mitra membayar royalti fee sebesar Rp 5% dari omzet per hari yang diperkirakan mencapai Rp 4 juta per hari atau Rp 120 juta sebulan.

Estimasi laba bersih sekitar 20% dari omzet. Adapun perkiraan balik modal paling cepat setahun sampai dua tahun. Paulus kini juga menaikan harga martabak, dari Rp 3.000 - Rp 3.500 per loyang, sekarang menjadi Rp 12.000 per loyang. Harga tersebut, menurutnya, masih terjangkau kantong masyarakat bawah.

Martabak House menyajikan beragam menu martabak, seperti Martabak Ufo, Steak Martabak Bakar, Crispy Martabak, juga Martabak Mayo. "Semua cita rasanya unik. Misalnya, Crispy Martabak, yakni martabak telor tapi dibikin garing dengan tepung khusus," kata Paulus.

Faridah de Paris

KONTAN juga pernah menulis kemitraan waralaba martabak Faridah de Paris, pada Desember 2011. Usaha ini dirintis oleh John Dean di Jatinangor, Bandung, Jawa Barat. Martabak ini merupakan makanan cepat saji dari hasil pengembangan martabak spektakuler.

Faridah de Paris menawarkan kemitraan sejak 2011, namun sampai saat ini, belum memiliki mitra. John Dean, pemilik martabak Faridah de Paris mengatakan, saat ini, dirinya sudah tidak fokus lagi mengurus tawaran kemitran.

Ia lebih fokus mengurus martabak spektakuler miliknya yang sebelumnya sudah ada dan sudah cukup dikenal masyarakat. Toh, kalau ada yang tertarik, penawaran masih terbuka.

Sebelumnya, John mendesain martabak Faridah de Paris untuk pasar yang berbeda. Salah satunya adalah dengan harga produk yang lebih murah, dan paket investasinya juga lebih rendah dibandingkan martabak spektakuler.

Biaya investasi martabak Faridah de Paris senilai Rp 50 juta, belum termasuk sewa tempat. Dengan investasi ini, mitra akan mendapatkan peralatan untuk proses produksi, termasuk booth, merek Faridah de Paris, dan pelatihan membuat martabak manis maupun martabak telur.

Tapi, jika mitranya berasal dari luar kota, biaya pengiriman booth ditanggung mitra. Hanya saja, John membatasi mitranya hanya di lingkup Jawa Barat dan Jakarta. Mitra juga dikenakan biaya survei jika berada di luar kota Bandung sebesar Rp 1 juta, dan biaya training di luar Bandung sebesar Rp 2 juta.

Apabila calon mitra menginginkan tenaga yang sudah terampil, mereka bisa menyewa dari pusat dengan biaya Rp 2,5 juta untuk dua pekan. Mitra harus membayar biaya perpanjangan kemitraan sebesar Rp 2 juta per tahun. Biaya perpanjangan kemitraan ini mulai dibayarkan pada tahun kedua.

John juga mengutip royalti fee sebesar Rp 500.000 per bulan. Harga murah menjadi kelebihan Faridah de Paris. John membandrol harga martabak mulai Rp 20.000 per loyang.

Martabak Muakhi

Usaha martabak yang juga menawarkan kemitraan adalah Martabak Muakhi. Usaha ini berdiri di bawah bendera CV Mara Surya Persada. Usaha Martabaj Muakhi dimulai sejak 2007 dan menawarkan kemitraan sejak 2010 lalu.

Saat itu, gerai Martabak Muakhi sebanyak lima cabang, yang salah satunya milik sendiri. Saat ini, gerai yang menggunakan nama Muakhi masih lima gerai. Sementara, ada sebelas mitra yang membuka gerai Muakhi dengan nama pilihan sendiri. "Mitra kami saat ini ada satu yang di Kalimantan, selebihnya di pulau Jawa. Paling banyak di Cirebon," ujar Apik Samsurijal, manajer kemitraan.

Sejak awal tahun ini, CV Mara Surya Persada tengah melakukan pembenahan terhadap kemitraan martabak. Karena itu, untuk sementara penerimaan mitra baru distop hingga akhir tahun.

Manajemen ingin memperkuat brand dan segmentasi pasar martabak. "Insya Allah awal tahun 2013 kami akan buka kembali kemitraan dengan manajemen dan merek yang baru," ujar Apik.

Martabak Muakhi menawarkan keunikan martabak rasa buah. Beberapa jenis buah yang dipakai sebagai isi martabak antara lain pisang, stroberi, nangka, dan durian. Nantinya, mereka akan menambahkan rasa di kulit martabak. Sehingga, rasa buah ada di kulit martabak.

Pilihan investasinya Rp 20 juta untuk tipe gerobak, paket Rp 35 juta untuk tipe reguler dan Rp 50 juta untuk kafe. Mitra akan mendapatkan satu konter dan perlengkapannya, bahan baku awal, paket promosi, pelatihan karyawan, dan pendampingan. Harga jual martabak mulia dari Rp 15.000 hingga Rp 44.000 untuk ukuran besar. Sementara ukuran mini, masih mulai dari harga Rp 4.000 se porsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri