Bisnis martabak kurang semerbak



JAKARTA. Bisnis kuliner masih tetap menjadi salah satu sektor usaha yang menggiurkan. Pangsa pasar yang besar membuat bisnis ini cukup prospektif. Namun, hal ini pun membuat persaingan di sektor kuliner makin sengit.

Ini terlihat dari perkembangan bisnis kemitraan martabak yang rupanya kini tak semanis dan segurih rasanya. Cukup banyak usaha kudapan ini memiliki perkembangan yang kurang moncer. Ada usaha yang tidak menambah gerai usahanya atau kembang kempis karena mulai kalah bersaing dengan usaha martabak lain yang ada di sekitarnya.

Kali ini KONTAN mengulas perkembangan tiga kemitraan martabak untuk Anda sebagai gambaran seputar usaha martabak saat ini. Kali ini KONTAN akan membahas Martabak D’marco, Martabak Midi Salira, dan Martabak Orins. Berikut ulasannya.


Martabak Midi Salira

Martabak Midi Salira baru berdiri di awal tahun 2013 di Bekasi, Jawa Barat. Pada saat yang sama, Okki Indiyanto langsung menawarkan kemitraan. Menu yang ditawarkan adalah martabak yang ukurannya tidak terlalu besar ataupun kecil. Martabak buatan Midi Salira berdiameter 8 sentimeter (cm) per buah.

Setelah sekitar setahun berjalan, bisnis martabaknya kurang begitu berkembang. Total gerai  Martabak Midi Salira kini hanya tersisa dua. Padahal pada Januari tahun ini, gerai Martabak Midi Salira masih berjumlah tujuh gerai.

Dari dua gerai martabak yang saat ini ada, satu gerai milik mitra dan satu milik manajemen pusat. Kedua outlet tersebut terletak di daerah Bekasi. “Kendalanya selama ini karena karyawan banyak yang keluar,” ujar Okki.

Soal harga jual, Oki masih mematok harga sebesar Rp 10.000 per porsi.  Martabak ini bisa ditambahkan taburan seperti pasta stroberi, pasta blueberry, fla buah, sosis, hingga taburan abon.

Meski gerai makin berkurang, Okki masih tetap menawarkan kemitraan. Paket kemitraan yang ditawarkan masih tidak berubah. Paket A seharga Rp 6,75 juta dan paket B seharga Rp 7,5 juta.

Pada paket A, mitra akan mendapat booth aluminium, perlengkapan memasak, bahan baku dan pelatihan karyawan. Sedangkan di paket B, mitra mendapat paket mirip dengan paket  A namun booth yang didapat bisa dibongkar pasang.

Dengan konsep seperti itu, booth paket B mudah untuk berjualan dengan berpindah-pindah lokasi seperti dari bazaar ke bazaar. Okki mengatakan, rata-rata omzet gerainya saat ini antara Rp 6 juta hingga Rp 7,5 juta per bulan.

“Laba bersih sekitar Rp 1,5 juta sampai Rp 1,8 juta per bulan,” ujarnya. Menurut Okki, balik modalnya  paling lama delapan bulan.

Martabak D'Marco

Usaha yang didirikan oleh tiga sekawan, Ika Hendrani, Ira Lathief dan Budiyono ini berdiri pada Mei 2012. Setahun kemudian, mereka mulai menawarkan kemitraan. Ketika KONTAN mengulas usaha ini pada November 2013, gerai Martabak D'Marco baru ada satu, yakni milik pusat.

Hingga saat ini, mereka belum mempunyai mitra. D'Marco hanya menambah satu lagi gerai  milik pribadi. Ira Lathief, salah satu pendiri usaha ini bercerita, tadinya ada calon mitra dari Kalimantan yang berminat.

Namun kerjasamanya tidak jadi karena mitra tidak mau bertemu dengannya. Ira sangat selektif memilih mitra sebab kata dia brand Martabak D'Marco ini sudah cukup baik. Jadi dalam pembangunan gerai baru, ia harus survei tempat dulu atau bertemu langsung dengan calon mitra.

Ia menolak jika usahanya dibilang mandek, karena Ira mengklaim, selama ini jumlah pelanggan di gerai milik pusat yang berlokasi di Kemang dan Tebet  semakin banyak. Maklum, kedua lokasi tersebut dikenal sebagai kawasan strategis untuk bisnis kuliner.  

Awalnya, Ira menyiapkan 3 paket penawaran, yakni paket kios senilai Rp 35 juta, paket mini kafe senilai Rp 65 juta serta paket kafe senilai 115 juta. Namun, setelah 2 tahun bisnisnya berjalan, Ira memutuskan untuk meniadakan paket kios yang seharga Rp 35 juta.

"Untuk kios, saya rasa tidak memiliki prospek bagus. Saya mau yang mini kafe seperti foodcourt di Kemang, karena bisa menampung banyak pelanggan. " kata dia.

Soal harga jual martabak, lantaran harga bahan baku menanjak, Ira menaikkan harga jual. Sebelumnya harga satu porsi martabak Rp 12.000−Rp 28.000. Saat ini harganya menjadi Rp 14.000− 35.000 per porsi.

Menu yang ditawarkan adalah martabak cheeseberry, chocobana, cheese oreo, martabak pizza. Pada awal tahun ini, ia menambahkan rasa baru dalam yaitu martabak ovomaltine, seharga Rp 35.000 per porsi. Sedangkan tahun lalu dia juga memberikan menu baru yaitu martabak burger.

Sebagai tambahannya, D'Marco juga menjual menu lainnya seperti roti bakar, mie dan kentang goreng. Tahun ini,  ia berharap bisa membuka delapan hingga gerai dengan terus memperbaiki kualitas rasa martabak dan pelayanan.

Martabak Hawaii

Bisnis makanan yang dididirikan oleh Rachman Setiadi di Sidoarjo pada 2006 ini cukup berkembang lantaran adanya tawaran paket kemitraan mobile. Sebelumnya, KONTAN pernah mengulasnya pada September 2013. Saat itu total gerai mereka ada empat yang semuanya tersebar di Jawa Timur.

Sejak Februari 2013, Rachman menawarkan kerjasama kemitraan pada masyarakat. Pada September tahun lalu, Martabak Hawaii telah memiliki empat gerai, rinciannya satu milik mitra dan sisanya milik pusat. Saat ini mitra Martabak Hawaii sudah berkembang menjadi 14 mitra.

Lokasi gerai milik mitra masih tetap berada di Jawa Timur. Beberapa diantaranya ada di Sampang, Bangkalan, dan  Mojokerto. Sedangkan untuk gerai pribadi berjumlah tiga,  berlokasi di Sampang dan Bangkalan.

“Saat ini kami memang fokus menyasar kota-kota kecil karena kami rasa akan lebih bisa bertahan disana,” jelasnya pada KONTAN. Harga jual martabak Hawaii sampai saat ini masih belum berubah,  tetap berkisar Rp 15.000 hingga Rp 30.000 tiap porsi.

Hanya saja, Rachmad terus melakukan inovasi dengan mengeluarkan produk baru seperti martabak pedas, penambahan varian topping seperti toblerone, nutella dan silverqueen.

Agar bisa menambah mitra baru, sang pemilik sejak awal tahun lalu mulai menurunkan modal investasi yang dikenakan pada mitra. Kini dia mempunyai dua model investasi. Pertama model mobile dengan investasi Rp 40 juta.

Fasilitas yang didapatkan mitra adalah seluruh perlengkapan memasak, bahan baku utama, branding dan down payment (DP) motor. Kedua,  model booth dengan investasi sebesar Rp 30 juta.

Fasilitas yang didapatkan mitra adalah seluruh perlengkapan memasak, bahan baku, seragam, branding, pelatihan dan seluruh perlengkapan tambahan. “Yang paling laris dicari mitra adalah model mobile karena mitra tidak perlu cari tempat,” jelasnya.

Sebelumnya, model investasi yang ditawarkan adalah model booth senilai Rp 65 juta dan paket letter L sebesar Rp 80 juta. Sejak awal tahun ini Rachman sudah mengganti model investasinya dengan alasan modal yang dibutuhkan para investor terlalu tinggi.

Meskipun harga martabak tidak naik, namun omzet usaha terbilang lumayan, mencapai sekitar Rp 80 juta per bulan. Hitungan Rachman, mitra sudah bisa balik modal selama lima hingga enam bulan, asalkan standar operasional dijalankan oleh mitra. Anda siap menjadi mitra?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri