Bisnis Menara Tower Bersama (TBIG) Stagnan, Simak Rekomendasi Sahamnya



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kinerja PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) cenderung datar di sepanjang tahun ini akibat minimnya ekspansi. Pendapatan selama periode Januari - September, hanya tumbuh 3,5% dibandingkan tahun lalu.

Adapun TBIG membukukan pendapatan sebesar Rp1,7 triliun di kuartal ketiga yang bertumbuh tipis 0,2% qoq dan 2,4% yoy, sehingga membawa pendapatan sembilan bulan tahun ini mencapai Rp 5,1 triliun atau bertumbuh 3,5% yoy.

Analis Mirae Asset Sekuritas Daniel Widjaja mengatakan, pertumbuhan pendapatan TBIG masih cenderung flat di sepanjang tahun. Bisnis tower atau menara sebagai segmen pendapatan utama belum bertumbuh.


Padahal penambahan total menara selama Januari-September telah mencapai 23.565 dengan rasio penyewaan 1,80 kali. Namun, tarif sewa rata-rata menara pun mengalami penurunan menjadi Rp 12,4 juta per bulan.

Alhasil, per kuartal III 2024, pendapatan kumulatif telco service hanya dicapai sebesar Rp 4,71 triliun atau hanya bertumbuh 0,1% yoy dibandingkan posisi September 2023 lalu.  

Baca Juga: PTRO, INKP dan TBIG Kompak RIlis Obligasi, Simak Analisis para Analis

Daniel melihat, justru segmen fiber TBIG menunjukkan kenaikan signifikan dengan pendapatan mencapai Rp 411 miliar selama Januari-September, melesat 70,6% yoy daripada periode sama tahun lalu. Segmen fiber mengalami pertumbuhan yang kuat didorong oleh perluasan aset fiber dan peningkatan permintaan untuk layanan FTTT dan FTTH.

‘’Sisi top-line TBIG masih relatif flat pertumbuhannya, didorong oleh segmen fiber, sedangkan segmen tower belum bertumbuh banyak,’’ ujar Daniel kepada Kontan.co.id, Kamis (12/12).

Daniel tidak menampik bahwa dari sisi bottom line atau laba, TBIG memang mencetak kinerja yang lebih baik dari rekan lainnya seperti TOWR dan MTEL. Hanya saja, catatan positif laba bersih itu lebih dipengaruhi oleh keuntungan selisih nilai tukar.

Laba bersih TBIG pada kuartal ketiga meningkat 14,6% qoq dan 1,6% yoy menjadi Rp 437miliar, dibantu oleh laba selisih kurs Rp 16,9 miliar dibandingkan rugi selisih kurs sebesar Rp 8,3 miliar pada kuartal kedua, serta adanya pengurangan biaya lainnya. Secara kumulatif, laba bersih TBIG mencapai Rp 1,2 triliun yang bertumbuh 4,4% yoy.

Oleh karena itu, Daniel masih cenderung netral terhadap TBIG karena emiten grup Saratoga tersebut juga tidak terlalu agresif menambah menara maupun tenant. Di sisi lain, segmen fiber  TBIG memang terus meningkat terlihat dari kontribusi pendapatan kuartal per kuartal.

Adanya konsolidasi antara EXCL dan FREN juga bisa menghambat pertumbuhan kinerja emiten menara seperti TBIG. Hal itu karena jumlah tenant yang overlapping nantinya akan dikurangi, sehingga industri menara ke depannya mungkin bakal lebih banyak berharap dari bisnis fiber optik.

‘’Kami mempertahankan prospek yang moderat untuk TBIG karena pertumbuhan pendapatan yang lebih lambat dibandingkan dengan perusahaan sejenis dan potensi ekspansi yang terbatas,’’ sebut Daniel.

Baca Juga: Dividen Interim dari Tower Bersama (TBIG) Rp 25, Pantau Timeline Pembagiannya!

Analis Samuel Sekuritas Jason Sebastian memandang, TBIG memiliki peluang untuk terus bertumbuh, terutama dengan adanya persaingan di antara operator telekomunikasi untuk memperluas jaringan di daerah-daerah yang masih kurang terjangkau.

‘’Persaingan operator ini dapat mendukung pertumbuhan TBIG dan meningkatkan rasio penyewanya, didukung juga oleh peraturan pemerintah yang bertujuan memperluas cakupan jaringan, khususnya di Indonesia bagian Timur,’’ ucap Jason dalam riset 11 November 2024.

Namun demikian, ancaman bagi prospek kinerja TBIG tetap ada. Jason menyebutkan, pertumbuhan operator telekomunikasi yang lebih lambat dari perkiraan, kurangnya insentif, risiko regulasi yang tinggi, dan persaingan harga yang ketat, bisa menjadi tantangan bagi TBIG yang pada akhirnya memengaruhi kinerja di masa depan.

Jason sependapat bahwa performa apik laba bersih TBIG lebih dipengaruhi oleh keuntungan selisih nilai tukar. Sementara itu, kinerja pendapatan masih datar dari bisnis menara dan lebih dibantu oleh pertumbuhan bisnis serat optik.

 
TBIG Chart by TradingView
Dalam riset 31 Oktober 2024 lalu, Analis Indo Premier Sekuritas Jovent Muliadi menyatakan tetap optimis terhadap prospek Tower Bersama alias TBIG. Kinerja emiten menara telekomunikasi tersebut dipandang menarik karena bisnis fiber optic atau serat optik yang berkembang dapat mendukung pertumbuhan TBIG dalam siklus 5G mendatang.

Bisnis menara TBIG pun bisa lebih baik apabila relokasi yang lebih cepat dari perkiraan dari Indosat Ooredoo Hutschison (IOH). Relokasi pasca merger antara Indosat dan Hutchison membuka peluang bagi emiten menara untuk membantu kebutuhan relokasi operator.

‘’Kami tegaskan beli untuk TBIG karena secara keseluruhan hasil TBIG sesuai ekspektasi. Namun tetap perlu diantisipasi risiko penurunan TBIG dari potensi pertumbuhan penyewa yang rendah dan tekanan pada tarif sewa,’’ imbuh Jovent.

Jovent menyarankan buy untuk TBIG dengn target harga Rp 2.300 per saham. Sedangkan, Jason dan Daniel merekomendasikan hold untuk TBIG dengan target harga masing-masing Rp 1.920 per saham dan Rp 1.900 per saham.

Selanjutnya: Mendag Budi Santoso Jadi Host Live Shopping Spesial Harbolnas 12.12

Menarik Dibaca: 5 Hal yang Harus Dilakukan setelah Eksfoliasi Wajah, Jangan Dilewatkan!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Putri Werdiningsih