Bisnis minimarket kafetaria mulai mengkeret*



JAKARTA. Lonceng kematian bisnis minimarket kafetaria atau biasa disebut convenience store berdentang keras. Pemain utama di bisnis ini yakni PT Modern Internasional Tbk (MDRN), pengelola gerai 7-Eleven alias Sevel di Indonesia, melakukan penutupan sejumlah gerai.

Kabarnya, di awal tahun ini, manajemen Modern Internasional terpaksa menutup sekitar 30 gerai Sevel di sekitar Jakarta. Sayang, manajemen Sevel belum mau memberikan komentar. "Kami tidak mau berkomentar dulu soal Sevel," tukas Tina Novita, Sekretaris Perusahaan PT Modern Internasional Tbk, saat ditemui KONTAN di kantor Modern Internasional, Senin (6/3).

Dalam catatan KONTAN, manajemen perusahaan ini memang akan mengevaluasi kinerja Sevel. Maklum tahun lalu, Modern Internasional juga sudah menutup sekitar 25 gerai, yang performa bisnisnya jelek.


Menurut Henri Honoris, Presiden Direktur Modern Internasional, penutupan gerai tersebut terpaksa dilakukan lantaran tekanan bisnis selama tahun 2016. Mulai dari penurunan daya beli, larangan menjual minuman beralkohol hingga kenaikan bahan baku yang mempengaruhi beban perusahaan.

Tak hanya Sevel, pemain lain yang punya bisnis sejenis, yakni PT Sumber Alfaria Trijaya juga akan mengevaluasi bisnis minimarket kafetaria berlabel Lawson. "Saat ini kami fokus mengevaluasi Lawson, apakah secara bisnis masih layak dipertahankan," kata Solihin, Direktur Hubungan Korporasi PT Sumber Alfaria Trijaya (6/3).

Sayang, Solihin tidak merinci jumlah gerai Lawson saat ini maupun yang sudah ditutup. Namun, tidak cuma sebatas Lawson, kalaupun ada gerai yang tutup di bawah naungan Sumber Alfaria, seperti Alfamart dan Alfamidi adalah hal yang wajar. Tapi ia memastikan, bila dihitung, jumlah gerai yang tutup dibandingkan tambahan gerai, masih lebih banyak tambahan gerai.

Tahun lalu saja, Sumber Alfaria, kata Solihin, menambah sekitar 1.000 gerai Alfamart dan 200 gerai Alfamidi. Tapi gerai Lawson tidak ada tambahan di tahun lalu.

Kalaupun ada gerai yang tutup, itu sudah mengalami pertimbangan matang. Misalnya, penjualan kurang maksimal, bisa karena sewa tempat berakhir atau biaya sewa tempat yang mahal.

Penutupan gerai juga terjadi pada Family Mart. Menurut Wirry Tjandra, Chief Executive Officer Family Mart, pihaknya terpaksa menutup empat gerai Family Mart pada tahun lalu. Penyebabnya adalah performa bisnis tidak kunjung melaju, akibat lokasi yang tidak tepat.*

Padahal tahun lalu Family Mart tergolong ekspansif. "Tahun lalu kami membuka 60 gerai baru," ucapnya kepada KONTAN. Menurutnya, jumlah gerai Family Mart saat ini ada sekitar 70 gerai.

Adapun target tambahan gerai tahun ini sebanyak 30 gerai. Ia optimistis, pertumbuhan bisnis ritel ini bisa mencapai 50% tahun ini.**

Tutum Rahanta, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), bilang, peritel yang menutup gerai convenience store semata-mata lantaran pertimbangan bisnis. Bila yang tutup beberapa gerai saja tidak mempengaruhi performa bisnis.

*Paragraf tersebut telah melalui revisi setelah sebelumnya menyebutkan nama perusahaan lain.

**Paragraf tersebut telah melalu proses revisi setelah sebelumnya disebutkan sumber ini tidak merinci target pertumbuhan gerai tahun ini. Mohon maaf atas kesalahan penulisan tersebut. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini