KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah memukul bisnis pembiayaan industri multifinance. Selain harus melakukan restrukturisasi, seiring pelemahan ekonomi, permintaan pembiayaan pun semakin menurun. Misanya, PT Mandiri Tunas Finance (MTF) mencatatkan penurunan pembiayaan Rp 7,8 triliun hingga April 2020. Nilai itu turun sebesar 17,89% year on year (yoy) dari pencapaian Aprik 2019 senilai Rp 9,5 triliun.
Baca Juga: Gara-gara investasi bodong, masyarakat rugi hingga Rp 92 triliun Gara-gara investasi bodong, masyarakat rugi hingga Rp 92 triliun “Pembiayaan di bulan April 2020 saja senilai Rp 564 milliar. Sedangkan pembiayaan pada bulan April 2019 saja sebanyak Rp 2,1 triliun,” ujar Direktur MTF Harjanto Tjitohardjojo kepada Kontan.co.id pada Rabu (27/5). Oleh sebab itu, MTF merevisi pembiayaan sepanjang tahun ini dari Rp 30 triliun menjadi Rp 15 triliun. Guna mempertahankan kinerja saat pandemi, Harjanto bilang mempercepat program restrukturisasi agar kualitas pembiayaan tetap terjaga. Ia berharap, pengajuan restrukturisasi akan menurun pada Mei 2020.
Baca Juga: Wah, uang multifinance hingga yayasan sekolah nyangkut di Koperasi Indosurya Lain halnya dengan PT BNI Multifinance yang menyasar kebutuhan nasabah dari induk perusahaan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. Hingga April 2020, Hasan menyebut total piutang pembiayaan BNI Multifinance mencapai Rp 1,69 triliun. Nilai itu tumbuh 33,59% year on year (yoy) dari mencapai April 2019 senilai Rp 1,27 triliun. Direktur Umata BNI Multifinance Hasan Gazali Pulungan bilang kinerja tersebut ditopang oleh pembiayaan investasi senilai Rp 1,38 triliun. Adapun pembiayaan multiguna sebanyak Rp 160,43 miliar dan modal kerja sebesar Rp 154,94 miliar. “BNI Multifinance karena dimiliki Bank BNI, maka pembiayaan kami lebih di dominasi kebutuhan nasabah yang sudah menjadi debitur BNI. Sumbernya berasal dari semua segmen. Ada Korporasi, Komersial dan Small Business. Termasuk mendukung kebutuhan yang ada pada Cabang cabang BNI,” papar Hasan kepada Kontan.co.id. BNI Multifinance juga telah mengambil langkah strategis agar dapat mempertahankan kinerja di tengah pandemi. Hasan menyatakan akan memanfaatkan sektor-sektor yang tidak terdampak Covid-19. Misalnya industri emas, nikel yang memiliki smelter, perusahaan batubara yang khusus memasok ke PLN, industri makanan dan minuman. Juga industri agronomi dan alat-alat kesehatan. "Begitupun untuk kepemilikan kendaraan untuk program BUMN dan BUMD. Kami masuk ke industri tersebut secara kausistis, karena ada Project Finance yang self financingnya kuat. Itu kami juga masuk. Forestry, kami juga masuk, karena pemainnya skala multi nasional company," tambah Hasan.
Asosisi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) juga telah memprediksi dampak Covid-19 terhadap bisnis pembiayaan. Bila pada awal tahun asosiasi memperkirakan pembiayaan multifinance tumbuh 4% tahun ini. Lantaran pandemi, pembiayaan multifinance diprediksi hanya tumbuh 1% atau bahkan kurang dari itu. “Pertumbuhan pembiayaan bisa sampai minus, tapi itu bergantung berapa lama penyelesaian corona ini. Kami sekarang bicara jangka pendek bukan lagi jangka panjang karena dampaknya sudah terasa,” kata Ketua APPI Suwandi Wiratno kepada Kontan.co.id. Menurutnya, seluruh produk pembiayaan terimbas corona bukan hanya kendaraan bermotor. Tren perlambatan sudah terasa sejak awal tahun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, sampai Maret 2020, realisasi perusahaan pembiayaan senilai Rp 452,47 triliun. Nilai itu tumbuh 2,49% yoy dari posisi Maret 2019 senilai Rp 440,86 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Lamgiat Siringoringo