Jakarta. Perusahaan farmasi PT Kalbe Farma Tbk percaya diri menjalani paruh kedua tahun ini. Sampai akhir tahun, emiten berkode saham KLBF di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini optimistis mencetak pertumbuhan penjualan 8%–10%. Dari sisi laba operasional, Vidjongtius, Direktur sekaligus Sekretaris Perusahaan Kalbe Farma Tbk mematok kenaikan laba 14%–15%. "Kurs rupiah stabil dan membuat beban bahan baku impor kami berkurang, sehingga ada kenaikan laba," kata Vidjongtius saat dihubungi KONTAN, Kamis (28/7). Optimisme mencapai target diyakini bisa tercapai karena sampai dengan semester pertama 2016, Kalbe Farma telah menorehkan pendapatan Rp 9,56 triliun atau naik 9,6% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 8,72 triliun.
Adapun laba Kalbe Farma pada semester pertama 2016 tertoreh senilai Rp 1,17 triliun. Perolehan tersebut naik 8,1% ketimbang laba pada periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp 1,08 triliun. Kontributor penjualan Kalbe Farma terbesar berasal dari bisnis distribusi dan logistik yang berkontribusi 30,5% terhadap pendapatan. Setelah itu obat resep 24,2%. Vidjongtius menjelaskan, komposisi penjualan tidak akan banyak berubah sampai akhir tahun ini. "Porsinya hampir sama walaupun ada potensi masing-masing segmen untuk tumbuh," jelas Vidjongtius. Selain karena ada kenaikan penjualan, Kalbe Farma diuntungkan oleh kurs mata uang yang relatif stabil. Perlu diketahui, gejolak mata uang sangat berpengaruh bagi perusahaan yang berdiri tahun 1966 tersebut. Sebab, produk farmasi dan produk kesehatan yang mereka produksi mengandalkan bahan baku impor yang mencapai 90%. Sampai dengan Juni 2016, Kalbe Farma telah merogoh dana senilai Rp 1,98 triliun untuk membeli bahan baku dan bahan kemasan. Angka tersebut naik dari 17,15% dari periode yang sama sebelumnya senilai Rp 1,69 triliun. Salah satu lini bisnis Kalbe Farma yang punya potensi tumbuh adalah bisnis obat resep. Vidjongtius bilang, belakangan banyak perusahaan besar membuka dan mengembangkan bisnis rumah sakit. Jika rumah sakit terus bertambah, maka jumlah pelanggan obat resep Kalbe Farma juga akan bertambah. Asal tahu saja, 70% penjualan obat resep Kalbe Farma menyasar rumah sakit swasta. Sedangkan obat bagi rumah sakit pemerintah berkontribusi 30%. Jadi, Vidjongtius bilang, berkembangnya bisnis rumah sakit di tanah air akan berdampak positif bagi bisnis mereka. "Kami terus menjual obat resep bermerek di rumah sakit swasta dan generik di rumah sakit pemerintah," kata Vidjongtius. Lanjutkan ekspansi Setelah melihat kinerja yang positif tersebut, produsen farmasi terbesar di Asia Tenggara itu kembali melanjutkan ekspansinya. Asal tahu saja, tahun ini Kalbe Farma mengalokasikan belanja modal senilai Rp 1 triliun – Rp 1,5 triliun untuk ekspansi.
Sampai Juni 2016, manajemen Kalbe Farma telah membelanjakan Rp 600 miliar. Dana ini mereka digunakan untuk membangun pabrik Bio Tech di Cikarang, dan membangun pabrik susu yang beroperasi April 2016 lalu. Untuk proyek pabrik Bio Tech, saat ini proses pembangunannya masih berjalan dan ditargetkan rampung 2017 dan beroperasi pada tahun 2018. Pabrik tersebut ditargetkan tak hanya sekadar memproduksi produk obat biologi semata, pabrik hasil kerjasama dengan Genexine Inc dari Korea Selatan itu ditargetkan bisa menjadi media alih teknologi. Dengan kehadiran pabrik tersebut, maka bisa meningkatkan kemampuan Kalbe Farma memproduksi bahan baku obat di pabrik sendiri. Jika bisa produksi bahan baku sendiri, Vidjongtius yakin dalam dua sampai tiga tahun nanti, pihaknya bisa mengurangi impor bahan baku. "Bila bahan impor berkurang pastinya beban perusahaan berkurang, hasilnya laba naik," kata Vidjongtius. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto