KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Metode pembayaran Buy Now Pay Later (BNPL) atau kerap dikenal dengan paylater tengah naik daun di kalangan masyarakat. Maklum, paylater berkembang sejalan dengan pembayaran digital yang jadi pilihan sejak pandemi Covid-19. Tak hanya di Indonesia, bisnis paylater juga terus bertumbuh di negara-negara lain termasuk Amerika Serikat. Sampai-sampai, negara tersebut menyiapkan regulasi baru untuk mengatur praktik bisnis ini. Belum pasti poin-poin aturan macam apa yang bakal diatur, hanya saja Biro Perlindungan Keuangan Konsumen AS (CFPB) melihat perlu ada kebijakan termasuk pengumpulan data pembelian konsumen dan demografi untuk iklan bertarget.
Baca Juga: Akulaku PayLater Jalin Kemitraan dengan Alipay+ “Ini mungkin melibatkan beberapa aturan baru, beberapa panduan baru dan lebih banyak lagi. Kami ingin memastikan untuk mengambil langkah-langkah untuk mencegah bahaya sebelum menyebar,” kata Direktur CFPB Rohit Chopra dikutip dari Bloomberg, Jumat (16/9). Di Indonesia sendiri, aturan khusus yang mengatur bisnis paylater ini juga belum ada. Padahal, penggunaan paylater pada transaksi e-commerce di Indonesia tahun 2020 telah mencapai US$ 530 juta, mengacu pada riset International Data Corporation (IDC). Pada riset yang sama, penggunaan paylater di Indonesia bahkan diprediksi bisa mencapai US$ 5,15 milar pada 2025. Angka tersebut bakal berkontribusi sekitar 58,32% dari total penggunaan paylater di Asia Tenggara pada periode waktu yang sama. Sementara itu, laporan dari Business Wire juga menyebutkan bahwa penggunaan paylater di Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 94,7% dan nilainya akan mencapai US$ 2,7 miliar pada 2022. Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan menjelaskan, produk paylater merupakan salah satu lini usaha yang dijalankan oleh perusahaan pembiayaan atau multifinance. “Kalau Buy Now Pay Later kan bandarnya multifinance dan nasabah beli barang atau jasa yang dikonsumsi saat ini dan dicicil kemudian,” ujar Bambang. Memang, jika melihat penyedia layanan paylater di Indonesia memiliki ekosistem perusahaan pembiayaan di dalamnya. Bambang mencontohkan Gopaylater yang ada setelah Gojek mengakuisisi Rama Finance. Selain itu, ada juga Shopeepaylater yang layanannya dijalankan oleh PT Commerce Finance. Traveloka yang menjalankan layanan paylater juga melakukannya melalui Catur Nusa Sejahtera Finance.
Baca Juga: 4 Cara Bayar Shopee Paylater Sebelum Jatuh Tempo, Bisa lewat ATM hingga Minimarket Oleh karena produk paylater dilakukan menggunakan izin sebagai perusahaan pembiayaan, maka Bambang mengatakan aturan mainnya pun mengikuti regulasi perusahaan pembiayaan. Maka dari itu, bunga yang ditawarkan oleh layanan paylater ini juga tidak diatur dalam regulasi tersebut. Sebagai informasi, selama ini layanan paylater menawarkan bunga yang beragam mulai dari 0% hingga 4% per bulan. “Memangnya kalau ngasih
pricing di multifinance, OJK harus ngatur-ngatur?” ujar Bambang.
Ekonom Indef Nailul Huda berpendapat, saat ini bisnis paylater belum membutuhkan regulasi khusus. Sebab, menurutnya pola produk dan layanannya pun sama yaitu memberikan pinjaman. Jikalau suatu saat nanti bakal ada regulasi khusus, Huda bilang harus dilihat dulu isi dari peraturan nantinya. Jika tidak ada perbedaan signifikan, kata Huda, hal itu hanya akan jadi pengulangan. “Intinya jangan mempersulit paylater ini tentunya ya,” ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi