Selain tingkat polusi yang rendah, batubara sebagai sumber bahan bakar alternatif, kini makin dilirik banyak pihak karena harganya yang murah. Seiring dengan maraknya penggunaan batubara, kebutuhan kompor batubara pun meningkat. Pangsa pasarnya sangat menjanjikan. Hanya, pengusaha yang memproduksi kompor batubara masih sedikit.Salah satu pengusaha yang melihat peluang ini adalah, Oktavianus Erfianto. Dua tahun lalu, ia mendapat ide usaha pembuatan kompor batubara dari sang paman. Oktavianus mengikuti jejak pamannya sebagai produsen kompor batubara.Maklum, saat itu, harga minyak tanah terus melonjak. Dia pun yakin, pangsa kompor batubara akan terbuka lebar. "Selisih pemakaian minyak tanah dengan batubara sangat besar," ujarnya. Oktavianus lantas mengajak sang paman dan adiknya untuk bekerjasama memproduksi kompor batubara. Mereka membuka bengkel di Jl. Ngadel No 165 Surabaya. Kompor batubara itu diberi merek Haka 181.Di bengkelnya, Oktavianus memperkerjakan lima karyawan untuk memproduksi kompor batubara. Bahan baku berupa lembaran besi pelat baja 8 mm diperoleh dari pemasok besi. Setiap bulan, pembelian pelat baja itu berkisar 125 lembar dengan ukuran panjang empat meter dan lebar 1,5 meter. "Jumlah bahan baku yang dibeli, saya sesuaikan dengan pesanan," kata Oktavianus.Untuk membuat empat kompor, Oktavianus membutuhkan tujuh lembar besi. Dalam sehari, perusahaannya mampu membuat lima hingga enam kompor. Kompor itu mempunyai diameter satu meter dan tinggi 1,8 meter hingga 2 meter.Corong kompor ini dapat menampung maksimal 60 kilogram batubara. Kompor bisa digunakan selama enam jam terus menerus.Haka 181 memang jenis kompor batubara yang cukup besar. Spalnya, kompor itu banyak dipakai oleh kalangan industri. "Sebagian besar pelaku industri yang mengolah tembakau, cengkeh dan teh," tutur Oktavianus.Ia kerap memasok kompornya ke Lombok, Bandung, dan Tegal. Oktavianus bilang, Lombok dan wilayah di Nusa Tenggara Timur merupakan pasar terbesar kompor batubaranya. Dalam sebulan, terjual 50 Haka 181 di kedua daerah tersebut.Harga jual satu unit kompor batubara itu Rp 8,5 juta. Selain kompor batubara, di setiap unit yang dijual, Oktavianus juga menyertakan pengontrol kerak, sistem kontrol abu, grail yang dapat diganti, serta kipas untuk mendorong api.Dalam sebulan, Oktavianus mengantongi omzet Rp 100 juta dari pangsa pasar di Lombok dan Nusa Tenggara Timur saja. Sayang, ia enggan menyebut keuntungan bersih dari jualannya itu.
Bisnis pembuatan kompor batubara makin memanas
Selain tingkat polusi yang rendah, batubara sebagai sumber bahan bakar alternatif, kini makin dilirik banyak pihak karena harganya yang murah. Seiring dengan maraknya penggunaan batubara, kebutuhan kompor batubara pun meningkat. Pangsa pasarnya sangat menjanjikan. Hanya, pengusaha yang memproduksi kompor batubara masih sedikit.Salah satu pengusaha yang melihat peluang ini adalah, Oktavianus Erfianto. Dua tahun lalu, ia mendapat ide usaha pembuatan kompor batubara dari sang paman. Oktavianus mengikuti jejak pamannya sebagai produsen kompor batubara.Maklum, saat itu, harga minyak tanah terus melonjak. Dia pun yakin, pangsa kompor batubara akan terbuka lebar. "Selisih pemakaian minyak tanah dengan batubara sangat besar," ujarnya. Oktavianus lantas mengajak sang paman dan adiknya untuk bekerjasama memproduksi kompor batubara. Mereka membuka bengkel di Jl. Ngadel No 165 Surabaya. Kompor batubara itu diberi merek Haka 181.Di bengkelnya, Oktavianus memperkerjakan lima karyawan untuk memproduksi kompor batubara. Bahan baku berupa lembaran besi pelat baja 8 mm diperoleh dari pemasok besi. Setiap bulan, pembelian pelat baja itu berkisar 125 lembar dengan ukuran panjang empat meter dan lebar 1,5 meter. "Jumlah bahan baku yang dibeli, saya sesuaikan dengan pesanan," kata Oktavianus.Untuk membuat empat kompor, Oktavianus membutuhkan tujuh lembar besi. Dalam sehari, perusahaannya mampu membuat lima hingga enam kompor. Kompor itu mempunyai diameter satu meter dan tinggi 1,8 meter hingga 2 meter.Corong kompor ini dapat menampung maksimal 60 kilogram batubara. Kompor bisa digunakan selama enam jam terus menerus.Haka 181 memang jenis kompor batubara yang cukup besar. Spalnya, kompor itu banyak dipakai oleh kalangan industri. "Sebagian besar pelaku industri yang mengolah tembakau, cengkeh dan teh," tutur Oktavianus.Ia kerap memasok kompornya ke Lombok, Bandung, dan Tegal. Oktavianus bilang, Lombok dan wilayah di Nusa Tenggara Timur merupakan pasar terbesar kompor batubaranya. Dalam sebulan, terjual 50 Haka 181 di kedua daerah tersebut.Harga jual satu unit kompor batubara itu Rp 8,5 juta. Selain kompor batubara, di setiap unit yang dijual, Oktavianus juga menyertakan pengontrol kerak, sistem kontrol abu, grail yang dapat diganti, serta kipas untuk mendorong api.Dalam sebulan, Oktavianus mengantongi omzet Rp 100 juta dari pangsa pasar di Lombok dan Nusa Tenggara Timur saja. Sayang, ia enggan menyebut keuntungan bersih dari jualannya itu.