Bisnis perawatan tubuh KINO tertekan



JAKARTA. PT Kino Indonesia Tbk membukukan penurunan pendapatan di 2016. Sepanjang tahun lalu, emiten berkode KINO ini meraup penjualan senilai Rp 3,49 triliun, atau turun 3% dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3,6 triliun.

Produsen yang terkenal dengan produk personal care dan consumer goods ini masih melihat banyak hambatan bagi bisnisnya di 2017. "Perkiraan kami masih agak flat karena hambatan daya beli yangg agak menurun," ujar Presiden Direktur PT Kino Indonesia Tbk, Harry Sanusi kepada KONTAN (18/4).

Ia menambahkan, kondisi masyarakat saat ini sebagian besar menunda membeli produk personal care karena tidak dianggap terlalu mendesak. Namun khusus untuk produk kategori baby and kids, masih bisa tumbuh cukup baik.


Permintaannya diperkirakan bakal terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Sementara kategori untuk produk remaja diprediksi sulit tumbuh. "Beberapa kategori di personal care agak tertekan terutama di kategori fragrance," kata Harry.

Meski begitu tahun ini KINO tetap optimistis bisnis segmen personal care masih bisa tumbuh tipis 5%. Target ini kurang lebih sama dengan target pertumbuhan keseluruhan bisnis KINO tahun ini, yakni 4%-5%.

Berdasarkan laporan keuangan KINO 2016, penjualan produk personal care turun 2,3% dari Rp 1,68 triliun menjadi Rp 1,64 triliun. Padahal segmen produk ini penopang besar bagi total pendapatan, yakni 46%. Penurunan juga terjadi di produk makanan yang turun 13,4% menjadi Rp 1,16 triliun.

Sedangkan produk yang kontribusinya rendah seperti makanan naik 20% menjadi Rp 675 miliar. Produk farmasi KINO malah lebih tinggi lagi, naik 47% menjadi Rp 9,9 miliar.

Harry mengatakan, untuk menggenjot bisnis tahun ini KINO akan melakukan perbaikan-perbaikan di jaringan distribusi serta akan menambah produk baru dan menggencarkan promosinya. Salah satunya rencana KINO di semester dua akan meluncurkan sebuah produk jamu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini