JAKARTA. Sebagai salah satu alat transportasi, helikopter merupakan angkutan yang cukup efektif menjangkau medan nan berat. Karena, salah satu jenis burung besi ini bisa mendarat di mana saja tanpa perlu adanya landasan. Nah, lantaran efektif, banyak kaum pebisnis meliriknya sebagai salah satu angkutan yang cepat dan aman. Sayang, tarifnya baru terjangkau untuk kalangan atas saja. Pantas saja, harga seken burung besi ini saja bisa mencapai Rp 27 miliar per unitnya. Sementara untuk yang baru bisa mencapai Rp 50 miliar. Salah satu pelaku usaha ini adalah Equator Lampung. Perusahaan ini sudah sejak tahun 2003 beroperasi dengan fokus area di wilayah Lampung. Menurut Wahyu Irawan, Manager Area 2 Equator Lampung, prospek usaha ini tergantung kepada berjalannya beberapa bisnis tertentu.
Misalnya saja bisnis pertambangan minyak, tambak udang, tambang batubara, perkebunan kelapa sawit, kehutanan sampai kepada liputan media dan evakuasi korban kecelakaan atau bencana alam. Pasalnya, daerah-daerah tersebut mempunyai medan yang berat untuk dilalui. "Untuk wilayah Lampung, kita satu-satunya pemain Helikopter," ujar Wahyu yang sudah 15 tahun malang melintang di bisnis penerbangan ini. Saat ini ada dua helikopter yang siap disewakan. Yaitu Bell 407 dan Bullcow 105 dengan kapasitas sampai lima penumpang saja. Tarif sewanya US$ 1700-US$ 1800 per jam (sekitar Rp 17 juta sampai Rp 18 juta dengan kurs Rp 10.000 per US$ 1) sudah termasuk biaya bahan bakar, pilot, asuransi dan pelayanan antar jemput dari hotel ke bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur. "Equator Lampung sendiri saat ini sudah meneken kontrak dengan perusahaan udang Central pertiwi Bahari untuk keperluan pengadaan heli ini," lanjut Wahyu. Dalam sebulan, perusahaan ini bisa lima kali bolak-balik antara Jakarta dan Lampung. Biaya sewa helikopter dihitung dari mulai bergeraknya helikopter sampai wilayah tujuan, kemudian lamanya observasi wilayah tujuan dan lamanya perjalanan pulang dari wilayah tujuan ke Bandara Halim, Jakarta Timur. Dalam sebulan, Wahyu mengaku minimal menerima sewa sampai 60 jam terbang. Jika rata-rata penyewa menyewa seharga US$ 1700 per jam, maka dalam sebulan perusahaan ini telah mengantongi US$ 102.000. Padahal, jika sedang ramai, perusahaan ini bisa menyewakan helikopter sampai di atas 100 jam terbang. "Kalau sedang ramai, misal saat pemilu, kita bisa sewa helikopter perusahaan lain," ujar Wahyu. Oleh karena itu rekanan antar perusahaan persewaan helikopter di Halim Perdanakusumah sangat erat. "Antar perusahaan penyewaan helikopter saling melengkapi karena ceruk pasar kita juga kecil," imbuhnya. Wahyu mengaku, perusahaannya sudah menangguk untung sampai separuh harga. Pasalnya untuk biasa bahan bakar hanya butuh Rp 6 juta untuk tiga jam penerbangan. Perusahaan lain yang bergerak di bidang ini adalah Air Pacific Utama (APU). Anak perusahaan grup Lippo ini bahkan sudah sejak tahun 1996 mulai menyewakan helikopter. "Prospek bisnis ini sangat cerah. Lantaran kota-kota besar kini rawan macet sementara kaum pebisnis menginginkan ketepatan waktu," ujar Maria Lioba, Marketing Manajer APU. APU sendiri menawarkan dua unit helikopter jenis Bell 407 dengan harga sewa USD 1550 plus PPN 10% per unit. Sudah termasuk pilot dan mekanik. "Kalau harus menginap, kami tambahkan biaya menginap untuk pilot dan mekanik sebesar USD 550 per malam," lanjut Maria. Dalam sebulan, perusahaan ini bisa mendapat sewa sampai 50 jam terbang. Atau paling tidak sampai USD 77.500 per bulan. "Pemilu lalu kita kebanjiran order di Palembang dan Garut," pungkas Maria.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie