Bisnis Pertanian Redup karena Kenaikan Harga Produk



Belakangan ini bisnis alat-alat pertanian makin meredup. Penyebabnya, kenaikan harga-harga produk dan persaingan yang semakin ketat. Pedagang pun hanya bisa pasrah dan berharap kondisi bisa membaik. Sejumlah toko yang menyediakan alat-alat pertanian seperti pot, rak besi untuk pot tanaman, pupuk, tanaman dan obat-obatan terlihat sepi.

Berdasarkan pengamatan KONTAN di beberapa toko di kawasan Rawa Belong, Kebonjeruk di Jakarta Barat, tidak nampak pembeli yang berjubel di depan toko-toko itu. Lahan parkir mereka pun sepi. Kalau pun ada aktivitas jual beli, jumlahnya sedikit.

Itasuah, pemilik toko alat pertanian, mengaku kondisi pasar saat ini memang sepi. Pasalnya, daya beli masyarakat tak memungkinkan lagi. Mereka lebih mementingkan memenuhi kebutuhan pokok ketimbang membeli kebutuhan sekunder seperti alat-alat untuk bertanam. "Ya, kalau sepi begini mau gimana lagi. Tentu pendapatan ikut menurun," keluhnya ketika ditemui KONTAN (8/6).


Uliyah, pemilik toko pot Hortensia di Jl Sulaiman, Rawa Belong, setuju dengan koleganya itu. Ibu hajjah ini sedikit banyak merasakan imbas kondisi pasar yang terus makin sepi. "Pasar sekarang memang lagi sepi. Selain disebabkan makin banyaknya toko-toko alat pertanian sehingga persaingannya semakin ketat, penyebab lainnya adalah naiknya harga-harga kebutuhan rumah tangga belakangan ini," tuturnya.

Menurut Ita, panggilan Itasuah, sejak Februari lalu, omset penjualannya per hari mengempis cukup drastis. "Dulu, sewaktu masih ramai, per hari saya bisa beromset Rp 10 juta. Sekarang, pendapatan paling tinggal Rp 2 juta hingga Rp 3 juta per hari," ungkapnya.

Kondisi serupa juga dirasakan Uliyah. Menurutnya, pendapatan tokonya per bulan juga berkurang. "Saat masih ramai pendapatan toko per bulan bisa mencapai Rp 50 juta. Kondisi sekarang, paling banyak pendapatannya Rp 20 juta hingga Rp 25 juta per bulan," terangnya.

Ita mengaku kebingungan mencari cara mendongkrak kembali omset. Ia memilih pasrah pada keadaan. "Mau gimana lagi? Saya cuma berusaha menjaga langganan saja dengan layanan yang baik agar mereka tetap mau berbelanja di sini," tambah Ita, pasrah.

Selain itu, belakangan ini, untuk menambal mengempisnya omset, Ita mulai membuka sambilan yang masih berkaitan dengan jualan di tokonya. "Saya buka toko bunga. Hasilnya cukup lumayan menambah pendapatan," imbuhnya.

Selain itu, untuk menekan ketergantungan terhadap pemasok, Uliyah juga berusaha membuat sendiri sebagian barang dagangannya. "Rak besi untuk pot ini bikinan sendiri. Kebetulan ada tempat dan alat untuk membuat itu," jelasnya.

Menjelang rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam waktu dekat ini, para pedagang mengaku semakin tak bisa memastikan bagaimana nasib bisnisnya nanti. "Soalnya, saat kenaikan BBM beberapa tahun lalu, perlu waktu yang cukup lama untuk memulihkan bisnis ini," ujar pemilik Toko Virgo yang enggan disebut namanya. Para pedagang berharap, kenaikan harga BBM nanti tak makin memberatkan bisnisnya. Jika kondisi ini terus bertahan, bisnis ini mungkin tak lagi semenarik dulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Test Test