JAKARTA. Bisnis properti lesu darah pada awal tahun ini. Tengok saja kinerja sejumlah emiten properti yang menurun pada kuartal pertama 2014.Ambil contoh kinerja kuartal I 2014 PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). Di periode itu, laba bersih SSIA anjlok 93,80% menjadi Rp 12,41 miliar.Ini disebabkan penurunan penjualan lahan industri SSIA dari 28,8 hektare (ha) pada kuartal I 2013 menjadi 3 ha saja di kuartal I 2014. Laba SSIA kian menciut karena pendapatan usaha properti juga terpangkas 75,83% menjadi Rp 79,1 miliar.PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) bernasib sama. Laba bersih emiten properti Grup Sinarmas ini anjlok 60,70% menjadi Rp 488,64 miliar di tiga bulan pertama tahun ini. Pun, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), laba bersihnya turun 22,27% menjadi Rp 314,04 miliar.Memang tak semua emiten properti membukukan penurunan keuntungan. Contohnya, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang masih bisa mencetak pertumbuhan laba meski tipis yakni sebesar 5,45% menjadi Rp 227,66 miliar pada kuartal I 2014.Analis MNC Securities, Reza Nugraha melihat, kinerja emiten properti yang fokus di kawasan industri memang tak menarik dalam dua tahun terakhir ini. Kenaikan upah minimum regional (UMR) membuat banyak pabrik berhenti beroperasi, sehingga tak mendatangkan penghasilan bagi emiten kawasan industri. Selain itu, beberapa perusahaan cenderung mengalihkan pabriknya ke kawasan dengan UMR lebih murah.Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Steven Gunawan berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat di kuartal I 2014 juga berpengaruh ke penurunan kinerja emiten properti. Di kuartal I lalu, ekonomi Indonesia cuma tumbuh 5,21%, yang merupakan level terendah sejak kuartal IV 2009. “Investor pun cenderung bersikap wait and see,” tutur Steven. Tapi, faktor yang membuat bisnis properti seret adalah pengetatan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah, serta tren kenaikan suku bunga kredit.Steven memperkirakan, perlambatan kinerja emiten properti, bakal berlanjut hingga kuartal III 2014. Sedangkan di kuartal IV 2014, kinerja emiten properti diprediksi mulai membaik karena suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) berpeluang menurun.Secara umum, Reza memprediksi, kinerja emiten properti sepanjang tahun 2014 bakal melambat dari tahun sebelumnya. Reza menghitung, pendapatan emiten properti pada tahun ini akan menurun sekitar 5% hingga 10%.Pendapatan bakal turun karena penjualan pemasaran alias marketing sales emiten properti tak sekencang tahun lalu. Pada tahun lalu, emiten properti bisa membukukan pertumbuhan marketing sales antara 35%–45%. Namun di 2014, penjualan pemasaran emiten properti kemungkinan hanya naik 25%–30%.Meski begitu, kata Reza, kinerja emiten sektor properti masih lebih baik dibandingkan sektor lain. Meski turun, daya beli masyarakat pun masih cukup bagus.Untuk jangka panjang, Steven menilai, saham emiten properti masih positif. Hanya saja, Steven mengingatkan investor agar tidak terlalu menjadikan saham-saham emiten properti sebagai pilihan pada kuartal II dan III 2014 karena masih berisiko.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Bisnis properti lesu darah
JAKARTA. Bisnis properti lesu darah pada awal tahun ini. Tengok saja kinerja sejumlah emiten properti yang menurun pada kuartal pertama 2014.Ambil contoh kinerja kuartal I 2014 PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA). Di periode itu, laba bersih SSIA anjlok 93,80% menjadi Rp 12,41 miliar.Ini disebabkan penurunan penjualan lahan industri SSIA dari 28,8 hektare (ha) pada kuartal I 2013 menjadi 3 ha saja di kuartal I 2014. Laba SSIA kian menciut karena pendapatan usaha properti juga terpangkas 75,83% menjadi Rp 79,1 miliar.PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) bernasib sama. Laba bersih emiten properti Grup Sinarmas ini anjlok 60,70% menjadi Rp 488,64 miliar di tiga bulan pertama tahun ini. Pun, PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI), laba bersihnya turun 22,27% menjadi Rp 314,04 miliar.Memang tak semua emiten properti membukukan penurunan keuntungan. Contohnya, PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang masih bisa mencetak pertumbuhan laba meski tipis yakni sebesar 5,45% menjadi Rp 227,66 miliar pada kuartal I 2014.Analis MNC Securities, Reza Nugraha melihat, kinerja emiten properti yang fokus di kawasan industri memang tak menarik dalam dua tahun terakhir ini. Kenaikan upah minimum regional (UMR) membuat banyak pabrik berhenti beroperasi, sehingga tak mendatangkan penghasilan bagi emiten kawasan industri. Selain itu, beberapa perusahaan cenderung mengalihkan pabriknya ke kawasan dengan UMR lebih murah.Analis Batavia Prosperindo Sekuritas, Steven Gunawan berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat di kuartal I 2014 juga berpengaruh ke penurunan kinerja emiten properti. Di kuartal I lalu, ekonomi Indonesia cuma tumbuh 5,21%, yang merupakan level terendah sejak kuartal IV 2009. “Investor pun cenderung bersikap wait and see,” tutur Steven. Tapi, faktor yang membuat bisnis properti seret adalah pengetatan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah, serta tren kenaikan suku bunga kredit.Steven memperkirakan, perlambatan kinerja emiten properti, bakal berlanjut hingga kuartal III 2014. Sedangkan di kuartal IV 2014, kinerja emiten properti diprediksi mulai membaik karena suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) berpeluang menurun.Secara umum, Reza memprediksi, kinerja emiten properti sepanjang tahun 2014 bakal melambat dari tahun sebelumnya. Reza menghitung, pendapatan emiten properti pada tahun ini akan menurun sekitar 5% hingga 10%.Pendapatan bakal turun karena penjualan pemasaran alias marketing sales emiten properti tak sekencang tahun lalu. Pada tahun lalu, emiten properti bisa membukukan pertumbuhan marketing sales antara 35%–45%. Namun di 2014, penjualan pemasaran emiten properti kemungkinan hanya naik 25%–30%.Meski begitu, kata Reza, kinerja emiten sektor properti masih lebih baik dibandingkan sektor lain. Meski turun, daya beli masyarakat pun masih cukup bagus.Untuk jangka panjang, Steven menilai, saham emiten properti masih positif. Hanya saja, Steven mengingatkan investor agar tidak terlalu menjadikan saham-saham emiten properti sebagai pilihan pada kuartal II dan III 2014 karena masih berisiko.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News