Bisnis Renewable Energy Jaring 75 Kontrak



JAKARTA. Investor asing mulai melirik investasi dalam bidang energi yang bisa diperbaharui. Menurut Djoko Winarno, Vice Chairman Indonesia Renewable Energy Society, hingga sekarang sudah banyak kontrak-kontrak energi yang bisa diperbaharui yang telah mereka kantongi.

"Sudah ada 75 kontrak baru mini hydro (PLTA) yang tegangannya di bawah 10.000 megawatt," ujar Djoko. Cuma, Djoko tidak menyebutkan secara pasti berapa nilai total kontrak mini hydro tersebut. Ia hanya mengatakan, nilai investasi tergantung dari besaran kapasitasnya. Namun, untuk investasinya sendiri sekitar US$ 1.500 per Kwh.

Menurut pengakuan Djoko, investor-investor yang tertarik kepada mini hydro kebanyakan masih didominasi oleh pemain dalam negeri. Kendati demikian, ia masih optimistis, bisnis ini masih bisa tumbuh dan berkembang.


"Kami menargetkan pada tahun 2025, sekitar 17% pembangkit listrik menggunakan renewable energy. Saat ini hanya sekitar 2% pembangkit listrik yang menggunakannya," ujar Djoko. Dus, potensi renewable energy di Indonesia masih cukup besar.

Ia menambahkan, saat ini, renewable energy masih terkonsentrasi di wilayah Jawa dan Sumatera. Alasannya, karena kedua pulau tersebut memiliki penduduk paling banyak. "Kalau kami bangun 600 MW di Kalimantan, itu untuk siapa?" lanjut Djoko.

Menurut Djoko, saat ini, sudah ada proyek besar PLTA dengan tegangan mencapai 1.000 megawatt di Cisokan, Bogor. Untuk proyek ini, Djoko mengatakan masih dalam proses tender. "Selain investor dalam negeri, ada negara-negara lain yang juga berminat seperti China, Jepang, dan Jerman," jelas dia.

Yang jelas, harga listrik dari teknologi ini tidak terlalu tinggi. Meskipun, nilai investasi terbilang mahal. "Harga jual listrik PLTA hanya US$ 4 sen. Berbeda dengan Geothermal yang bisa mencapai US$ 8,5 sen," imbuh dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Hendra Gunawan