Permintaan sabuk berbahan kulit sapi meningkat hingga 30% tiap tahun. Selain dari kalangan individu, pesanan sabuk kulit ini juga datang dari perusahaan dan komunitas yang menggunakan sabuk sebagai identitas diri. Produsen sabuk kulit di Bandung setiap bulan bisa mengantongi omzet hingga Rp 200 juta. Pelanggannya banyak datang dari perusahaan tambang. Gesper atau sabuk yang melingkar di pinggang tak hanya berfungsi sebagai pengencang celana agar tidak melorot. Sabuk juga sudah menjadi bagian dari fesyen.Sabuk yang kini tengah menjadi tren adalah sabuk berbahan kulit. Selain lebih kuat dan tahan lama, sabuk berbahan kulit dianggap bisa mendongkrak penampilan pemakainya. Tak heran, permintaan sabuk jenis ini terus meningkat.Seperti diungkapkan Agung Nurlambang, pemilik CV Akurat di Bandung. Menurutnya, permintaan sabuk kulit meningkat hingga 30% tiap tahun. Saat ini, Agung bisa menjual sekitar 5.000 sabuk setiap bulan. Harga sabuk-sabuk itu cukup mahal, yakni berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per sabuk. Agung mengatakan, saban bulan dia bisa meraup omzet Rp 200 juta.Namun, kata dia, harga yang mahal lantaran sabuk buatannya berbahan kulit sapi asli. Selain itu, bagian kepala sabuk menggunakan logam berbahan pewter yang bisa didesain dengan tampilan yang unik. Maklum, sebuah sabuk yang bagus tak hanya terlihat dari bahan kulit sabuknya, tetapi juga desain kepala sabuk. Pembeli sabuk produk CV Akurat tak hanya berasal dari pembeli perorangan. Banyak juga pembeli dari kalangan korporasi hingga klub sepeda motor. Bahkan, Agung bilang, pembeli sabuknya justru lebih banyak datang dari kalangan korporasi. "Saat ini, pelanggan korporasi saya sudah lebih dari 200 perusahaan," katanya. Seperti, perusahaan tambang yang ada di Kalimantan dan Jakarta. Biasanya, pelanggan dari kalangan korporasi memesan sabuk yang bagian kepala sabuknya diukir dengan logo perusahaan atau ukiran yang mencirikan kegiatan usaha perusahaan. Misalnya saja, jika pembelinya adalah perusahaan tambang, maka di bagian kepala sabuk, selain diukir logo perusahaan juga akan ada ukiran gambar mobil traktor. "Desainnya tergantung pesanan," katanya.Untuk bisa memesan dengan desain khusus itu, Agung mematok pesanan minimal harus 100 sabuk. Sebab, kata dia, ia harus membuat master sabuk atau cetakannya. Lelaki berusia 34 tahun yang sudah menekuni usaha pembuatan sabuk sejak lima tahun lalu ini menuturkan, dalam menjalankan roda bisnisnya ia tidak mengalami kendala yang berarti. Baik dalam bahan baku maupun pemasaran. Bahkan menurutnya, masih banyak segmen pasar yang saat ini belum dia garap. Untuk itu ia berencana meluaskan lagi pangsa pengguna sabuknya itu.Beberapa segmen pasar yang akan dia garap, antara lain perusahaan otomotif, komunitas olahraga golf dan perusahaan advertising. "Sekarang sabuk tidak hanya berfungsi sebagai ikat pinggang, tapi juga bisa digunakan sebagai media promosi," tuturnya. Hal ini diamini Made Cakrawati, Kepala CV Tunas Maju Abadi, yang bermarkas di Kuta, Bali. Menurutnya, penggunaan sabuk kulit kini sedang ngetren di kalangan masyarakat. Buktinya, jika sebelumnya CV Tunas Maju Abadi, hanya memproduksi furnitur, tas dan pernak pernik dari kulit, sejak dua tahun lalu mulai ikut memproduksi sabuk kulit. "Kami baru memproduksi sabuk kulit dua tahun lalu karena ada permintaan," tutur perempuan yang biasa disapa Ade ini.Menurut Ade, permintaan sabuk tak hanya datang dari lokal, tapi juga pasar ekspor. Bahkan kata dia, sekitar 90% pesanan sabuk datang dari luar negeri. Pemesan sabuk di pasar ekspor datang dari Australia hingga Switzerland. Meski pesanan itu belum rutin, jumlah pesanan bisa mencapai 5.000 sabuk. Sayangnya, Ade mengaku tak ingat harga satuan sabuk kulit yang dia produksi itu. Yang jelas, kata dia, harganya tidak lebih dari € 10 per unit. Biasanya, pemesan sabuk dari luar negeri memesan sabuk dengan ketebalan tiga milimeter. Ukuran ini lebih tebal dari sabuk standar yang biasanya memiliki ketebalan sekitar 1,8 milimeter.Sama seperti Agung, menurut Ade potensi pasar sabuk kulit masih cukup besar. Hanya saja, kata dia, karena harganya terbilang mahal, maka pembelinya terbatas hanya pada kalangan menengah atas.Tak hanya pengusaha sabuk kulit, pengusaha sabuk berbahan nilon pun juga mengalami peningkatan permintaan. Seperti yang dituturkan Mulyanto Gunawan, pemilik mulyocreative.com yang memiliki workshop di Purwokerto, Jawa Tengah.Namun menurut Mulyanto, kenaikan permintaan sabuk berbahan nilon hanya datang pada saat-saat tertentu. Misalnya saja, saat memasuki tahun ajaran baru atau di awal tahun. Sebab rata-rata pengguna sabuk berbahan nilon biasanya adalah para pelajar. Saat ini, lebih dari 100 sekolah yang ada di Jawa Tengah dan Kalimantan memesan sabuk ke Mulyanto. "Biasanya mereka pesan sabuk yang diberi logo sekolah masing-masing," katanya. Karena menyasar segmen pelajar, Mulyanto hanya membanderol sabuk produksinya itu dengan harga antara Rp 4.000 sampai Rp 7.000 tiap sabuk.Menurut Mulyanto, peluang usaha di bidang ini masih cukup terbuka. Selain karena setiap tahun akan ada permintaan sabuk untuk siswa tahun ajaran baru, pihak sekolah juga masih akan tetap memesan sabuk untuk siswa yang naik kelas. "Belum lagi dari sekolah yang baru berdiri," katanya. Selain membidik segmen pasar dari kalangan pelajar, Mulyanto juga sering mendapat pesanan sabuk dari berbagai instansi pemerintahan.
Bisnis sabuk berbahan kulit kian kencang saja
Permintaan sabuk berbahan kulit sapi meningkat hingga 30% tiap tahun. Selain dari kalangan individu, pesanan sabuk kulit ini juga datang dari perusahaan dan komunitas yang menggunakan sabuk sebagai identitas diri. Produsen sabuk kulit di Bandung setiap bulan bisa mengantongi omzet hingga Rp 200 juta. Pelanggannya banyak datang dari perusahaan tambang. Gesper atau sabuk yang melingkar di pinggang tak hanya berfungsi sebagai pengencang celana agar tidak melorot. Sabuk juga sudah menjadi bagian dari fesyen.Sabuk yang kini tengah menjadi tren adalah sabuk berbahan kulit. Selain lebih kuat dan tahan lama, sabuk berbahan kulit dianggap bisa mendongkrak penampilan pemakainya. Tak heran, permintaan sabuk jenis ini terus meningkat.Seperti diungkapkan Agung Nurlambang, pemilik CV Akurat di Bandung. Menurutnya, permintaan sabuk kulit meningkat hingga 30% tiap tahun. Saat ini, Agung bisa menjual sekitar 5.000 sabuk setiap bulan. Harga sabuk-sabuk itu cukup mahal, yakni berkisar Rp 200.000 hingga Rp 300.000 per sabuk. Agung mengatakan, saban bulan dia bisa meraup omzet Rp 200 juta.Namun, kata dia, harga yang mahal lantaran sabuk buatannya berbahan kulit sapi asli. Selain itu, bagian kepala sabuk menggunakan logam berbahan pewter yang bisa didesain dengan tampilan yang unik. Maklum, sebuah sabuk yang bagus tak hanya terlihat dari bahan kulit sabuknya, tetapi juga desain kepala sabuk. Pembeli sabuk produk CV Akurat tak hanya berasal dari pembeli perorangan. Banyak juga pembeli dari kalangan korporasi hingga klub sepeda motor. Bahkan, Agung bilang, pembeli sabuknya justru lebih banyak datang dari kalangan korporasi. "Saat ini, pelanggan korporasi saya sudah lebih dari 200 perusahaan," katanya. Seperti, perusahaan tambang yang ada di Kalimantan dan Jakarta. Biasanya, pelanggan dari kalangan korporasi memesan sabuk yang bagian kepala sabuknya diukir dengan logo perusahaan atau ukiran yang mencirikan kegiatan usaha perusahaan. Misalnya saja, jika pembelinya adalah perusahaan tambang, maka di bagian kepala sabuk, selain diukir logo perusahaan juga akan ada ukiran gambar mobil traktor. "Desainnya tergantung pesanan," katanya.Untuk bisa memesan dengan desain khusus itu, Agung mematok pesanan minimal harus 100 sabuk. Sebab, kata dia, ia harus membuat master sabuk atau cetakannya. Lelaki berusia 34 tahun yang sudah menekuni usaha pembuatan sabuk sejak lima tahun lalu ini menuturkan, dalam menjalankan roda bisnisnya ia tidak mengalami kendala yang berarti. Baik dalam bahan baku maupun pemasaran. Bahkan menurutnya, masih banyak segmen pasar yang saat ini belum dia garap. Untuk itu ia berencana meluaskan lagi pangsa pengguna sabuknya itu.Beberapa segmen pasar yang akan dia garap, antara lain perusahaan otomotif, komunitas olahraga golf dan perusahaan advertising. "Sekarang sabuk tidak hanya berfungsi sebagai ikat pinggang, tapi juga bisa digunakan sebagai media promosi," tuturnya. Hal ini diamini Made Cakrawati, Kepala CV Tunas Maju Abadi, yang bermarkas di Kuta, Bali. Menurutnya, penggunaan sabuk kulit kini sedang ngetren di kalangan masyarakat. Buktinya, jika sebelumnya CV Tunas Maju Abadi, hanya memproduksi furnitur, tas dan pernak pernik dari kulit, sejak dua tahun lalu mulai ikut memproduksi sabuk kulit. "Kami baru memproduksi sabuk kulit dua tahun lalu karena ada permintaan," tutur perempuan yang biasa disapa Ade ini.Menurut Ade, permintaan sabuk tak hanya datang dari lokal, tapi juga pasar ekspor. Bahkan kata dia, sekitar 90% pesanan sabuk datang dari luar negeri. Pemesan sabuk di pasar ekspor datang dari Australia hingga Switzerland. Meski pesanan itu belum rutin, jumlah pesanan bisa mencapai 5.000 sabuk. Sayangnya, Ade mengaku tak ingat harga satuan sabuk kulit yang dia produksi itu. Yang jelas, kata dia, harganya tidak lebih dari € 10 per unit. Biasanya, pemesan sabuk dari luar negeri memesan sabuk dengan ketebalan tiga milimeter. Ukuran ini lebih tebal dari sabuk standar yang biasanya memiliki ketebalan sekitar 1,8 milimeter.Sama seperti Agung, menurut Ade potensi pasar sabuk kulit masih cukup besar. Hanya saja, kata dia, karena harganya terbilang mahal, maka pembelinya terbatas hanya pada kalangan menengah atas.Tak hanya pengusaha sabuk kulit, pengusaha sabuk berbahan nilon pun juga mengalami peningkatan permintaan. Seperti yang dituturkan Mulyanto Gunawan, pemilik mulyocreative.com yang memiliki workshop di Purwokerto, Jawa Tengah.Namun menurut Mulyanto, kenaikan permintaan sabuk berbahan nilon hanya datang pada saat-saat tertentu. Misalnya saja, saat memasuki tahun ajaran baru atau di awal tahun. Sebab rata-rata pengguna sabuk berbahan nilon biasanya adalah para pelajar. Saat ini, lebih dari 100 sekolah yang ada di Jawa Tengah dan Kalimantan memesan sabuk ke Mulyanto. "Biasanya mereka pesan sabuk yang diberi logo sekolah masing-masing," katanya. Karena menyasar segmen pelajar, Mulyanto hanya membanderol sabuk produksinya itu dengan harga antara Rp 4.000 sampai Rp 7.000 tiap sabuk.Menurut Mulyanto, peluang usaha di bidang ini masih cukup terbuka. Selain karena setiap tahun akan ada permintaan sabuk untuk siswa tahun ajaran baru, pihak sekolah juga masih akan tetap memesan sabuk untuk siswa yang naik kelas. "Belum lagi dari sekolah yang baru berdiri," katanya. Selain membidik segmen pasar dari kalangan pelajar, Mulyanto juga sering mendapat pesanan sabuk dari berbagai instansi pemerintahan.