Bisnis salon dan spa masih mulus



JAKARTA. Semakin padat aktifitas masyarakat di kota besar,  kebutuhan terhadap sarana melepas stres makin tinggi. Salah satu caranya adalah memanjakan diri di salon dan spa. Kondisi ini membuat bisnis salon dan spa terus menjamur, terutama di kota-kota besar.

Edisi pekan ini KONTAN akan mencoba melihat kembali perkembangan sejumlah bisnis spa dan salon yang pernah diulas sebelumnya. Di antaranya adalah Rumah Lulur Frangipani, "SS" Wulandari Salon & Spa, dan Ashfa Salon & Day Spa.  

Rumah Lulur Frangipani


Bisnis ini didirikan oleh Lukas Setiabudi pada Januari 2009 di Solo.  Saat KONTAN mengulasnya pada Juni 2013, usaha ini sudah memiliki 29 gerai, yakni dua milik pusat dan sisanya dikelola mitra yang tersebar di Sulawesi, Kalimantan, Bali dan Sumatera dan Jawa. Kini, total gerai bertambah satu menjadi  30.

Kendati hanya tambah satu mitra, Lucas Setiabudi, mengatakan, gerai yang ada telah  berkembang dengan baik. Inovasi dan pelayanan yang maksimal menjadi kunci keberlangsungan usahanya. "Kami memberi paket yang sesuai dengan tujuannya seperti  perawatan untuk pemutihan, awet muda dan lain-lain," ujar Lucas.

Saat ini ada beberapa permintaan mitra baru yang sedang dalam proses, salah satunya dari negeri tetangga Malaysia. Namun yang menjadi kendala adalah mencari sumber daya manusia (SDM).

Calon mitra minta SDM didatangkan dari Indonesia, sementara, izin pengiriman tenaga kerja dalam jumlah sedikit cukup sulit. "Jika calon mitra sudah mampu menyediakan tenaga kerja sendiri, saya optimistis kerjasama kemitraan akan rampung tahun ini," kata dia. Agar usahanya terus berkembang, Lucas masih gencar melakukan promosi baik dari internet, seminar maupun pameran.

Selama lima tahun menawarkan kemitraan, Rumah Lulur Frangipani memberikan tiga paket investasi yaitu paket Rp 27 juta, Rp 35 juta dan Rp 64 juta. Namun akibat kenaikan bahan baku, akhir bulan Maret ini Lucas berencana menaikkan harga dari ketiga paket tersebut masing-masing menjadi Rp 32 juta, Rp 42 juta dan Rp 69 juta.

Ke depan, Lucas mengatakan akan terus melakukan inovasi untuk mengembangkan bisnis kecantikan. Selain gencar melakukan seminar, tahun ini ia berencana membangun Lembaga Pelatihan Khusus (LPK)  kecantikan dan  perawatan tubuh. Tahun ini, Lucas menargetkan bisa menggandeng 12 mitra baru.  "Fokusnya lebih ke luar pulau Jawa,"  ujar Lucas.

"SS" Wulandari

Bisnis salon dan spa satu ini berasal  dari Yogyakarta. Usaha yang berdiri sejak tahun 2005 ini menawarkan kemitraan pada tiga tahun setelah itu. Pemilik usaha "SS" Wulandari, Irmansyah Sutrisno menyatakan, sebelum membuka tawaran kemitraan, ia sudah membuka dua cabang miliknya sendiri. "SS" Wulandari menawarkan layanan mulai dari salon, potong rambut, rias wajah, lulur, hingga spa coklat.

Ketika KONTAN mengulas bisnis ini pada akhir tahun 2012, "SS" Wulandari sudah memiliki 13 outlet salon milik mitra. Saat ini "SS" Wulandari sudah memiliki 15 outlet yang tersebar di kawasan Jabodetabek, Malang dan Bandung. "Saya masih memperkuat branding di pulau Jawa. Setelah cukup kuat, baru mulai ekspansi ke luar pulau Jawa," ujar Irmansyah.

Paket investasi kemitraan "SS" Wulandari masih sama dengan yang sebelumnya. Ia menawarkan paket investasi sebesar Rp 200 juta. Dengan modal itu, mitra berhak mendapatkan pelatihan, sumber daya manusia dan pengadaan perlengkapan salon. "Itu semua di luar biaya sewa tempat," terangnya.

Irmansyah menambahkan, ada biaya lisensi merek selama lima tahun dengan biaya sebesear Rp 50 juta. Adapun kisaran harga pelayanan di salon, kini mengalami kenaikan. Saat ini "SS" Wulandari menetapkan harga jasa di mulai dari Rp 30.000 untuk potong rambut, Rp 25.000 untuk spa, dan ongkos rias wajah sebesar Rp 300.000.

Dari pengalaman usaha di outlet yang telah ia kelola, dalam sehari pelanggan bisa mencapai sekitar 10 - 20 orang. Malah di akhir pekan, jumlah ini naik dua kali lipat. Irmansyah mengklaim, omzet rata-rata tiap bulan mencapai        Rp 40 - Rp 50 juta, dengan laba bersih mencapai 50%.

Dari jumlah itu, "SS" Wulandari masih memungut biaya royalti 5% dari omzet per bulan. Irmansyah optimistis,  prospek bisnis salon kecantikan masih cemerlang di tahun 2014. Ia juga masih gencar menawarkan kemitraan.

Ashfa Salon & Spa

Bisnis kemitraan Ashfa Salon & Day Spa pernah diulas di Harian KONTAN, April tahun lalu. Usaha yang dirintis sejak tahun 1996 oleh Siti Djauharoh  ini berkantor pusat di Padang, Sumatra Barat. Setelah 15 tahun beroperasi, Siti  baru membuka peluang kerjasama usaha melalui pola kemitraan.

Ashfa menawarkan berbagai layanan untuk memanjakan pelanggan, mulai dari perawatan dan penataan rambut, perawatan tubuh seperti lulur, totok, dan refleksi, juga perawatan wajah seperti facial, masker, dan akupungtur wajah.

Pada tahun lalu, Siti membanderol layanan jasa salonnya rata-rata Rp 60.000 untuk semua layanan kecantikan. Nah, saat ini harga tersebut kembali dinaikkan. "Harga jasa sekarang berkisar antara Rp 65.000 hingga Rp 70.000," ujar Siti kepada  KONTAN.

Sebagai seorang master clinical hypnoteraphist, Siti mengaku dapat menawarkan keunggulan dibanding pesaingnya. Dengan teknik hipnoterapi, pelanggan dibuat senyaman mungkin, sehingga pelanggan bisa melepaskan dari stres dan kepenatan.

Namun profesi sebagai pakar hipnoterapi telah memecah konsentrasi Siti dalam berbisnis salon & spa. Hingga kini belum ada tambahan cabang baru. Siti berujar, saat ini dia sedang fokus sebagai pelatih di bidang hipnoterapi. Lantaran belum ada tambahan cabang baru, berarti jumlah cabang Asfha masih sebanyak 5 outlet. Semuanya berada di Sumatra Barat. Empat dari cabang itu adalah milik Siti, sedangkan satu milik mitra.

Kesibukan Siti tersebut rupanya juga berpengaruh dalam operasional Ashfa di tahun ini. Jumlah cabang Ashfa di tahun ini juga kemungkinan belum akan berubah. Lagi-lagi Siti menjelaskan alasannya yaitu kesibukannya sebagai pelatih hipnoterapi.

Di luar itu, Siti tetap menawarkan kemitraan. Biaya investasi tidak berubah dari sebelumnya. Asfha masih memiliki dua paket kerjasama seharga Rp 370 juta dan Rp 270 juta.

Siti mengatakan, kendala yang ia hadapi dalam bisnis ini adalah SDM. Perekrutan karyawan terutama di kota Padang menurutnya, cukup sulit. Hal ini karena masyarakat di kota Padang tidak begitu tertarik dengan pekerjaan sebagai terapis. Selain itu, ia menduga orang malas menjadi terapis karena pekerjaannya melelahkan.

Masalah perekrutan ini berpengaruh dalam jumlah cabang. Siti menjelaskan, sedianya ada satu calon mitra yang serius ingin bekerjasama. Namun kesulitan dalam mendapatkan karyawan, niat calon mitra kemudian buyar.

Di tahun depan Siti berencana untuk pindah tempat tinggal ke Jakarta. Di tempat baru, ia akan berusaha membuat terobosan baru dengan teman-temannya. Soal karyawan diperkirakan bakal lebih mudah karena di Jakarta dan sekitarnya memiliki banyak calon tenaga kerja dan tidak ada stigma tertentu mengenai pekerjaan terapis.       

Pertumbuhan bisnis Salon dan Spa berkembang dengan cukup cepat, belakangan ini. Di lapangan, dengan mudah dapat ditemui tempat-tempat usaha baru di bidang ini. Produk yang ditawarkan juga nampak bersaing satu dengan yang lainnya.

Ketua Umum Waralaba dan Lisensi Indonesia Levita Supit menilai, prospek bisnis spa dan salon masih cukup baik. Apalagi salon dan spa tidak hanya wanita, namun pria juga mulai memanfaatkan jasa ini.

Selain segmen pasar berdasarkan gender yang makin luas, Levita menilai segmentasi pasar yang mendasar juga mulai ada perubahan. Ia menjelaskan, jika dahulu hanya wanita dewasa yang mengunjungi jasa spa & salon, saat ini anak-anak remaja juga sudah mulai tertarik mengunjungi salon dan spa.

Agar bisnis di sektor ini terus berkembang, Levita menyarankan para pebisnis spa dan salon harus fokus pada produk dan layanan yang mereka berikan. Para pengusaha disarankan menyesuaikan harga dengan produk yang ditawarkan. Maksud Levita, jika pebisnis baru saja mulai di sektor ini, maka jangan memasang harga lebih mahal dari salon and spa yang telah lama berdiri.

Kendala yang mungkin dihadapi dalam bisnis spa dan salon adalah persaingan usaha yang kian ketat. Sebab, pelaku usaha di bisnis ini semakin hari bertambah banyak. Untuk mengantisipasinya, pebisnis dapat menawarkan produk berbeda yang tidak ada di spa atau salon lain. "Inovasi membuat rasa ingin tahu orang, sehingga mereka tertarik mencoba," ujar Levita. Tanpa inovasi, bisnis salon dan spa akan ditinggalkan pelanggan.                                

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini