Bisnis Sampoerna Agro melar ke kebun karet



JAKARTA. PT Sampoerna Agro Tbk siap menggenjot produksi karet. Sampoerna melalui dua anak usahanya, PT Sungai Menang dan PT Pertiwi Lenggara Agromas, telah menuntaskan akuisisi 100% saham PT Hutan Ketapang Industri di awal Juli.

Sampoerna mengambil alih saham Hutan Ketapang dari PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk dan PT Nusa Bhakti Jayaraya dengan nilai transaksi US$ 7,8 juta. Hutan Ketapang adalah pemilik lahan seluas 100.000 ha yang di Ketapang, Kalimantan Barat.

Akuisisi tersebut bernilai strategis bagi agenda diversifikasi Sampoerna ke perkebunan karet. Sebab, lahan Hutan Ketapang memiliki izin sebagai hutan tanaman industri sehingga bisa dijadikan perkebunan karet. Sebelum akuisisi itu, luas lahan karet Sampoerna Agro hanya 100 ha hingga 200 ha, yang dikuasai sejak 2007. Emiten berkode saham SGRO itu bahkan berniat mulai menanami karet di tahun ini.Untuk merealisasikan itu, Sampoerna Agro akan mengalokasikan sebagian belanja modal tahun ini yang sebesar Rp 1,1 triliun.


Langkah diversifikasi Sampoerna ke bisnis karet tentu akan lebih lancar. Soalnya, cadangan lahan karet Sampoerna Agro akan melesat menjadi 100.200 ha setelah akuisisi Hutan Ketapang.

Analis Samuel Sekuritas Sally Agustina menilai, diversifikasi Sampoerna cukup beralasan. Permintaan karet dari beberapa industri, seperti ban masih berprospek bagus.

Tapi, rencana pengembangan karet membutuhkan waktu lama. Pada kondisi normal, pohon karet baru akan menghasilkan setelah lima tahun hingga enam tahun sejak penanaman. Sedangkan, kelapa sawit hanya membutuhkan waktu tiga tahun hingga empat tahun untuk bisa menghasilkan. "Efek ekspansi perkebunan karet tak langsung terasa," kata Sally, Senin (16/7).

Kepala Riset Indosurya Asset Management Reza Priyambada menambahkan, Sampoerna membutuhkan waktu tambahan untuk masuk ke bisnis karet. Sebab, lahan Hutan Ketapang masih belum produksi atau green field. Akuisisi ini dinilai sebagai rencana diversifikasi dalam jangka panjang. Sampoerna hanya ingin mengamankan cadangan lahan terlebih dulu, yang penggarapannya mungkin belum dalam waktu dekat.

Rencana diversifikasi bisnis karet juga ada tantangannya, terutama terkait harga karet. Beberapa tahun terakhir, kata Sally, fluktuasi harga karet biasanya lebih cepat daripada bisnis utama Sampoerna, yaitu minyak sawit mentah (CPO). Ini membuat bisnis karet lebih sukar diprediksi.

Tantangan lainnya adalah target pasar karet. Reza menuturkan, basis permintaan karet biasanya berasal dari industri pendukung atau supporting industries. Contohnya, industri ban yang merupakan pendukung industri otomotif. Konsekuensinya, naik turun bisnis karet bergantung industri lain. Tapi, prospek bisnis CPO Sampoerna tetap cerah. Sally menebak, harga jual rata-rata CPO Sampoerna naik 1,15% di tahun ini. Dus, laba bersih Sampoerna diprediksi tumbuh 16% menjadi Rp 626 miliar.

Sally merekomendasikan beli SGRO. Tapi, target harganya di Rp 3.200 per saham sudah lewat. Harga SGRO, Senin (16/7), naik 1,55% ke Rp 3.275 per saham.

Adapun, Reza mematok target SGRO hingga akhir tahun di Rp 3.650 per saham dan Gabriella Maureen Natasha, analis Danareksa Sekuritas, menetapkan target Rp 4.200 per saham. Analis Indo Premier Securities Willy Gunawan menargetkan harga SGRO di Rp 3.650 per saham. Ketiga analis ini merekomendasikan beli saham SGRO.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sandy Baskoro