Sate merupakan salah satu menu makanan yang sudah sangat populer di Indonesia. Selain kambing, banyak daging yang juga bisa diolah menjadi sate, seperti kelinci, kuda, dan ayam. Sebagai menu makanan, sate enak disantap dengan lontong atau nasi putih. Karena banyak penggemarnya, usaha sate pun menjamur. Dari kelas gerobak di tepi jalan hingga restoran, sate selalu menuai peminat. Itu juga yang mendorong banyak pengusaha sate menawarkan waralaba atau kemitraan. Dalam review kali ini, KONTAN akan mengulas beberapa kemitraan sate, seperti Sate Ayam Ponorogo Pak Siboen, Sate Ayam Kenanga, serta Sate Haji Romli.
KONTAN pernah mengulas tawaran usaha mereka di tahun lalu. Nah, dari tiga pemain bisnis sate itu, ada yang semakin berkembang, tapi ada pula yang stagnan. Seperti apa persisnya perkembangan usaha mereka, berikut ulasannya: Sate Ayam Ponorogo Pak Siboen KONTAN pernah mengulas kemitraan Sate Ayam Ponorogo Pak Siboen pada Maret 2012. Saat itu, usaha sate dari Kediri, Jawa Timur ini sudah memiliki tujuh cabang. Dari jumlah itu, sebanyak empat cabang milik mitra dan tiga sisanya milik sendiri yang tersebar di Malang dan Surabaya, Jawa Timur. Namun, setelah satu tahun berselang, Sate Siboen tak menunjukkan perkembangan bisnis berarti. Hingga saat ini, jumlah gerai dan mitra usahanya masih tetap sama seperti tahun lalu. Bayu Syahrul, pemilik Sate Siboen menuturkan, pihaknya mengalami persoalan pada masalah sumber daya manusia (SDM) dan lokasi. "Lokasi itu sangat menentukan hidup matinya sebuah perjalanan bisnis," ujarnya. Pemilik usaha sate yang sudah berdiri sejak tahun 1973 ini bilang, persoalan lokasi menjadi gampang-gampang susah. Pasalnya, lokasi yang strategis dalam menjalankan usaha ini harus berada di daerah pemukiman yang padat penduduk. Selain itu, daya beli masyarakatnya juga harus tinggi. Maka, tempat yang strategis justru berada di kota-kota besar, minimal ibu kota provinsi di daerah-daerah. Namun, memilih lokasi di kota juga tidak mudah karena biaya sewanya sudah mahal. Kendati mahal, tahun ini, Bayu mengaku akan fokus menyasar lokasi di kota-kota besar saja. Sampai saat ini, Sate Siboen masih menawarkan dua paket kerjasama. Pertama, paket kemitraan. Dalam kerjasama ini, mitra cukup menyediakan tempat. Bahan baku, tenaga kerja, dan promosi diurus pusat. Untuk paket kemitraan ini berlaku sistem profit sharing. Di mana pemilik tempat mendapat 7,5% dari laba kotor. Kedua, berupa tawaran waralaba senilai Rp 100 juta. Dalam kerjasama waralaba ini, mitra mendapatkan peralatan masak, pasokan bumbu, dan ayam kampung. Dalam paket ini, semua keuntungan sepenuhnya menjadi milik mitra. Selain sate, tersedia juga menu lain seperti sate telur, ati ampela, aneka sup, dan balung ayam berkuah. Harga jual sate masih tetap sebesar Rp 7.500 - Rp 18.000 per porsi. Sementara target omzet dipatok Rp 2 juta per hari. Bayu mengklaim, target omzet ini sudah tercapai di beberapa gerai mitranya. Pasalnya para mitranya ini berjualan di tempat cukup strategis sehingga target penjualannya selalu tercapai. Adapun target laba bersih kelas restoran ini sebesar 25% dari omzet. Dengan penghasilan sebesar itu, mitra diperkirakan balik modal dalam waktu dua sampai tiga tahun. Sate Ayam Kenanga Sate Ayam Kenanga sudah menawarkan kemitraan sejak Maret 2010. KONTAN pernah mengulas tawaran kemitraan ini pada Maret 2012. Saat itu, Sate Kenanga memiliki dua gerai milik sendiri di Banjar, Jawa Barat, dan menargetkan tambahan delapan mitra sepanjang 2012. Sampai saat ini, target penambahan mitra itu memang belum tercapai. Namun, Rohani Awit, pemilik Sate Ayam Kenanga mengaku, berhasil mendapatkan lima mitra baru. Dengan demikian, total mitranya saat ini sudah ada tujuh yang tersebar di Purwokerto, Tasikmalaya, Ciamis, dan Surakarta.Dalam kemitraan ini, biaya investasi yang ditawarkan masih sebesar Rp 15 juta untuk masa kerja sama lima tahun. Dengan biaya itu, mitra akan mendapatkan peralatan dan perlengkapan penjualan, gerobak sate, alat pemanggang, dan bahan baku awal sebanyak 1.000 tusuk sate. Harga jual sate juga tidak mengalami kenaikan, yakni masih Rp 8.000–Rp 15.000 per porsi. "Harga jual itu tidak berubah karena harga bahan baku belum naik secara signifikan," katanya. Rohani menjanjikan, omzet mitra usahanya mencapai Rp 8 juta per bulan. Sementara, laba bersih sekitar 30% dari omzet. Dengan laba sebesar itu, mitra diperkirakan balik modal setalah 10 bulan menjalankan usaha. Guna menggenjot omzet, Rohani juga membebaskan mitra untuk menjual makanan lain di luar sate ayam. "Inovasi dan kreasi dari mitra sangat diperlukan guna memajukan bisnis makanan ini," katanya. Kendati berhasil menambah lima mitra baru, Rohani mengaku usahanya belum mengalami banyak perubahan. Ia masih terkendala secara finansial untuk melakukan promosi dan pameran. Makanya, target mitranya belum tercapai hingga saat ini. Namun, ia optimistis bisa menggaet lima mitra lagi di tahun 2013. “Kalau tahun lalu saya fokus pada pengembangan mitra, tahun ini saya akan kembali berpromosi untuk menambah mitra,” ujar perempuan yang juga menjadi dosen Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Bina Putera di Banjar ini. Sate Haji Romli Sate Haji Romli dirintis oleh Haji Romli pada tahun 1970-an. Gerai pertama sate ini berlokasi di depan Rumah Sakit Pusat Pertamina di Jalan Kyai Maja No. 21, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Puluhan tahun mangkal di tempat ini, Sate Haji Romli berhasil menggaet banyak pelanggan setia. Lantaran peminatnya terus bertambah, Haji Romli pun tertarik menawarkan kemitraan. KONTAN sendiri pernah mengulas kemitraan sate ini pada tahun 2012 lalu. Saat itu, sudah ada lima gerai Sate Haji Romli. Empat di antaranya milik mitra dan satu sisanya milik pusat. Setahun berselang, gerai Sate Haji Romli kini bertambah dua. "Gerai kami sekarang sudah ada tujuh, enam di antaranya milik mitra," tutur Fauzi, pemilik Sate Haji Romli, saat ini.
Hingga kini, seluruh gerai Sate Haji Romli masih berlokasi di Jakarta. Di antaranya, berada di daerah Kuningan dan Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Fauzi bilang, pihaknya masih menawarkan kemitraan. Namun, kemitraan Sate Haji Romli tidak terikat dengan paket investasi. Sebab, dalam kerjasama ini, mitra bisa menyediakan sendiri semua perlengkapan untuk berbisnis dan Fauzi akan membantu resep serta menu di cabang tersebut. Misalnya, dengan biaya Rp 5 juta, mitra akan mendapat perlengkapan masak, peralatan makan, dan pelatihan karyawan. Mitra juga bisa membuka dalam bentuk resto, namun mitra harus menyiapkan sendiri gerai dan perlengkapan yang dibutuhkan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri