KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan hal baru untuk mengetahui bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah terbesar di dunia. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa dari 100% sampah tersebut, 44%-nya adalah sampah makanan. Bahkan, berdasarkan data FAO, sepertiga bahan makanan berakhir sebagai sampah. Karenanya, tidak mengagetkan jika Economic Intelligence Unit mencatat Indonesia sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia, dengan total sampah makanan sebanyak 300 kg/tahun per kapita. Hal ini sangat miris mengingat bahwa Indeks Kelaparan (Hunger Index) Indonesia ada di angka 19.9 dan masuk dalam kategori “Almost Severe”. Data lain dari UNEP Food Waste Index tahun 2021 menunjukkan bahwa jumlah sampah makanan secara global mencapai angka 931 juta ton pada tahun 2019. Ironisnya, pandemi Covid-19 telah meningkatkan angka gizi buruk di antara 83-123 juta jiwa. Dan 6,7 juta di antaranya adalah anak-anak yang menderita gizi buruk akut.
Bisnis sebagai jawaban masalah darurat sampah makanan di Indonesia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bukan hal baru untuk mengetahui bahwa Indonesia merupakan salah satu penghasil sampah terbesar di dunia. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa dari 100% sampah tersebut, 44%-nya adalah sampah makanan. Bahkan, berdasarkan data FAO, sepertiga bahan makanan berakhir sebagai sampah. Karenanya, tidak mengagetkan jika Economic Intelligence Unit mencatat Indonesia sebagai negara penghasil sampah makanan terbesar kedua di dunia, dengan total sampah makanan sebanyak 300 kg/tahun per kapita. Hal ini sangat miris mengingat bahwa Indeks Kelaparan (Hunger Index) Indonesia ada di angka 19.9 dan masuk dalam kategori “Almost Severe”. Data lain dari UNEP Food Waste Index tahun 2021 menunjukkan bahwa jumlah sampah makanan secara global mencapai angka 931 juta ton pada tahun 2019. Ironisnya, pandemi Covid-19 telah meningkatkan angka gizi buruk di antara 83-123 juta jiwa. Dan 6,7 juta di antaranya adalah anak-anak yang menderita gizi buruk akut.