KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sebagai salah satu olahraga terpopuler di dunia, sepak bola menyimpan potensi bisnis menjanjikan. Sejumlah konglomerat Indonesia pun mulai menancapkan kukunya dengan menjadi investor dan pemilik klub sepak bola mancanegara. Salah satunya adalah Hartono Bersaudara atau Grup Djarum yang menjadi pemilik klub asal Italia, Como 1907. Orang terkaya di Indonesia ini mengakuisisi Como pada April 2019 senilai 850.000 euro atau setara Rp 15 miliar. Angka tersebut terbilang murah mengingat Como dalam kondisi nyaris bangkrut dan berkompetisi di Serie D, kasta keempat dalam kompetisi liga Italia. Hartono juga melunasi utang Como saat itu sekitar 150.000 euro. Perwakilan Como 1907 Mirwan Suwarso menyampaikan, awalnya Grup Djarum ingin berinvestasi di Como dengan tujuan menampung para pemain Garuda Select. Ini merupakan program pembinaan pemain muda Indonesia yang dilangsungkan di luar negeri. Sayangnya, niat Grup Djarum terbentur oleh regulasi pembatasan pemain non-Uni Eropa dalam satu klub di Italia.
Baca Juga: Como 1907 Klub Sepak Bola Seri A Italia, Milik Taipan Hartono Bersaudara Grup Djarum "Setelah itu, mau tidak mau kami menggarap Como sebagai usaha untuk memberi nilai komersial yang maksimal," ungkap dia kepada KONTAN, Jumat (17/5). Sebagai pemilik klub, Grup Djarum menjalankan operasional Como dengan model bisnis yang pragmatis. Como memiliki kebijakan tidak jor-joran membeli pemain demi menjaga neraca keuangan klub. "Kami menjaga rasio gaji maksimal 65% dari total pemasukan," imbuh Mirwan. Dengan cara seperti itu, Hartono Bersaudara mampu mengangkat prestasi Como secara bertahap. Terbaru, Como berhasil promosi ke Serie A untuk pertama kalinya sejak musim 2002/2003. Pelan-pelan, nama keluarga Hartono dan Indonesia juga mulai dikenal oleh masyarakat Como yang notabene berlokasi di sisi utara Italia. Selain Hartono, ada Grup Bakrie melalui Anindya Bakrie yang menjadi pemilik Oxford United bersama dengan Erick Thohir, Ketua PSSI sekaligus Menteri BUMN saat ini. Pada musim 2023/2024, Oxford United bermain di divisi League One dan tengah mengikuti play off promosi ke ke divisi Championship yang merupakan kompetisi kasta kedua Inggris. Grup Bakrie juga menjadi pemilik klub asal Australia, Brisbane Roar. Lebih lanjut, ada Sihar Sitorus yang menjadi pemilik klub asal Belgia, FCV Dender. Musim ini FCV Dender bertengger di posisi dua Divisi 2 Liga Belgia dan berhak promosi Liga Pro Belgia musim depan. Konglomerat lainnya Keluarga Wanandi, pemilik Santini Group, juga berinvestasi di bisnis sepak bola dengan menjadi pemilik saham minoritas klub League Two Inggris, Tranmere Rovers. Ada pula Alvin W. Sariaatmadja, Direktur Utama PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), yang membeli 10% saham klub Italia US Lecce pada 2022 silam. Alvin berinvestasi di Lecce bersama dengan konsorsium yang dipimpin Boris Francesco Jean Collardi, seorang bankir Italia-Swiss. Musim ini Lecce bermain di Serie A dan menjadi penghuni papan tengah klasemen liga tersebut.
Baca Juga: PSSI Perpanjang Kontrak Shin Tae-yong Hingga 2027 Popularitas Naik Sementara itu, Pengamat sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menilai, animo tinggi masyarakat global terhadap dunia sepak bola menjadi pemantik bagi para pengusaha nasional untuk ikut berkecimpung di bisnis olahraga tersebut. Lagi pula, industri sepak bola internasional, khususnya Eropa, sudah sangat maju sehingga investor tidak ragu berinvestasi di sana.
Dengan menjadi pemilik klub, merek atau produk yang terafiliasi dengan sang pengusaha dapat dipromosikan dalam setiap pertandingan. "Contohnya Como yang sponsor utamanya adalah Mola, perusahaan milik Grup Djarum. Nama Mola terpampang di jersey klub tersebut," jelas dia, Jumat (17/5). Berkat adanya kesempatan promosi melalui jersey klub, produk yang dimiliki konglomerat tentu dapat lebih dikenal oleh publik, baik penonton di stadion, penonton layar kaca, hingga netizen yang mengikuti perkembangan klub bersangkutan di media sosial. Ujung-ujungnya popularitas produk akan meningkat dan berpotensi memberi dampak positif dari sisi pendapatan. "Nyaris tidak ada kerugian juga sebenarnya pengusaha Indonesia memiliki klub mancanegara," tandas Huda.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .