Bisnis waralaba genjot harga dan produktivitas



Menghadapi biaya operasional yang terus naik, beberapa pelaku usaha waralaba menyiasati dengan pelbagai strategi. Anton Widjaja, Direktur Proyek PT Top Food Indonesia, pemilik jaringan Es Teler 77mengambil ancang-ancang dengan memaksimalkan tenaga kerja yang dimilikinya.

Es Teler 77 memiliki 200 gerai yang tersebar di pelbagai kota dan mancanegara. Karyawannya mencapai 3.000 orang. Saat ini, Es Teler 77 tidak akan menambah karyawan. “Karyawan yang sudah ada akan kami mutasi ke gerai-gerai baru tahun ini,” tutur Anton.

Es Teler 77 juga akan menambah produk baru dengan biaya produksi yang relatif rendah untuk meningkatkan pemasukan. Selain meningkatkan penjualan minuman yang dianggap memiliki margin keuntungan yang lebih tinggi, Es Teler 77 akan memperkenalkan dua menu baru, yakni bakso iga dan ayam kremes.


Sebenarnya, kenaikan biaya produksi bisa diatasi dengan menaikkan harga jual. Tapi, kata Anton, risiko terbesar adalah daya beli konsumen bisa turun.Karena itu, ia memilih tidak menaikkan harga, tapi lebih memunculkan produk baru dengan biaya produksi yang lebih rendah.

Yulia Astuti, Chief Executive Officer PT Moz5 juga mengambil langkah serupa. Yulia mengaku sudah salah langkah ketika menaikkan biaya perawatan di salonnya sebesar 20% pada Juni 2012. Ia tidak akan menaikkan biaya perawatan dalam waktu dekat.

Sebagai gantinya, dia bersiap menaikkan tarif jasa pada Maret mendatang. “Kami masih terkejut dengan perubahan ini, tapi tidak mau gegabah menaikkan harga,” katanya.

Selain itu, Yulia ingin menaikkan pendapatan dengan menggencarkan promosi supaya pengunjung salon bertambah. “Biaya listrik tidak mungkin ditekan karena salon sangat membutuhkan itu. Yang bisa kami lakukan adalah menggenjot pendapatan,” ucap dia. Caranya, dengan membuat layanan perawatan baru untuk menarik pengunjung.

Bedi Zubaedi, Presiden Direktur Bedi Corporation menggunakan mirip Es Teler 77 dengan meningkatkan produktivitas karyawan untuk mengisi gerai-gerai baru. Saat ini, ada lebih dari 2.000 karyawan di bawah naungan Bedi Corporation yang memiliki gerai Quick Chicken, Zu Bento, Huma Steak, Quick Coffee, dan Romawi Pancake. "Ini restoran, tenaganya tidak bisa diganti dengan mesin," ujar Bedi.

Bedi juga berencana membangun pusat logistik di setiap provinsi. Dengan begitu, biaya distribusi bisa ditekan. Saat ini, Quick Chicken baru memiliki satu pusat logistik di Yogyakarta. Saat ini, ia sedang membangun pusat logistik di Surabaya yang ditargetkan rampung Agustus tahun ini.

Pusat logistik Surabaya akan fokus menggarap distribusi di kawasan Indonesia Timur. "Target kami berikutnya bisa membuka di Sulawesi dan di tiap provinsi," tutur Bedi. Tahun ini, ia menargetkan Quick Chicken bisa menambah paling tidak 25 gerai baru.

Evi Diah Puspitawati, Pengamat Waralaba dari International Franchise Business Management, menuturkan, situasi saat ini tidaklah mudah. "Pada dasarnya, biaya selalu naik tiap tahun, tapi biasanya UMP naik sekitar 10%-15%," tuturnya. Evi berharap para pengusaha bisa menyikapinya dengan bijak.

Salah satunya dengan tidak melakukan PHK. Pasalnya, dalam bisnis, karyawan adalah aset. "Kita perlu meningkatkan motivasi dan produktivitas karyawan," ujar Evi. Dengan begitu, karyawan dan perusahaan bisa bertumbuh bersama.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri