Bisnis wisata bahari dikuasai perusahaan asing



CIANJUR. Peta perusahaan yang bergerak di wisata bahari di Indonesia ternyata masih di dominasi perusahaan asing. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Gabungan Pengusaha Wisata Bahari (Gahawisri) Bali, Yos WK Amerta.“Ambil contoh, operator wisata di Pulau Komodo, tinggal dua perusahaan dari Indonesia, sisanya perusahaan asing. Di Bali perusahaan operator diving dan watersport ada sekitar 200. Yang saya takutkan perlahan-lahan perusahaan Indonesia hilang,” ungkap Yos pada saat Lokakarya Perspektif Pengembangan dan Promosi Wisata Minat Khusus, Konvensi, Insentif dan Even di Via Renata Hotel, Cimacan, Cianjur, Jawa Barat, Sabtu (16/6).Yos menuturkan, wisata bahari baru berkembang setelah semakin meningkatnya kunjungan wisatawan penggemar surfing. Mulai berkembangnya perusahaan bergerak di wisata bahari di Indonesia, lanjutnya, terjadi sejak 30 tahun belakangan.“Yang pertama Bali untuk perusahaan bergerak di wisata bahari, namanya Baruna Watersport. Setelah itu munculah beberapa perusahaan wisata bahari di Indonesia. Saya sendiri baru di gelombang kedua. Perusahaan saya sudah 20 tahun,” jelasnya.Yos sendiri memang memiliki perusahaan yang bergerak di wisata bahari dan berbasis di Bali. Ia bilang, banyak perusahaan-perusahaan Indonesia di bidang wisata bahari kini mulai menghilang terutama karena tidak tahan terhadap krisis Eropa. Apalagi, sebagian besar pelanggan mereka adalah wisatawan mancanegara.“Baru tiga bulan krisis, perusahaan sudah goyang. Pariwisata Indonesia sudah beberapa kali menghadapi krisis. Krisis pertama saat Perang Teluk (tahun 1991). Saat itu hotel-hotel di Bali menjual ‘2 for 1’ atau menjual 2 malam dengan harga 1 malam. Karena kurang juga, ada yang kasih harga 1 malam untuk 3 malam, bahkan sampai ada yang jual untuk 4 malam dengan harga 1 malam,” jelas Yos.Oleh karena itu, lanjutnya, perlu adanya bantuan modal untuk perusahaan-perusahaan yang ada di daerah. Apalagi, perusahaan asing semakin banyak yang masuk Indonesia.“Perusahaan Indonesia makin banyak berguguran. Perusahaan asing hari ke hari semakin banyak. Saat krisis, perusahaan Indonesia tidak punya tamu, mau pinjam modal ke bank, bunga bank malah saat krisis naik dari 30% menjadi 60%,” kata Yos.Permodalan, tambah Yos, tidak kalah penting. Menurutnya, dunia pariwisata sudah dibicarakan sejak 30 tahun yang lalu, namun perbankan di Indonesia tidak ada kredit khusus untuk bidang pariwisata . Selain itu, perusahaan Indonesia kalah bersaing dengan perusahaan asing.“Perusahaan asing datang dengan membawa pengetahuan dan tren, hal yang belum tentu dimiliki perusahaan lokal,” ujarnya.Tambahan lagi, kata Yos, perusahaan asing ke Indonesia dengan membawa jaringan bisnis mereka yang sudah kuat. Sementara jaringan itu tak dimiliki perusahaan Indonesia. Yos menambahkan selain itu, teknologi sudah menjadi bagian dari perusahaan-perusahaan asing tersebut.“Mereka punya website. Ketika website mereka sudah berjalan, kita masih lengah dengan bertanya-tanya kenapa di sebelah tamunya banyak, kita tidak. Ternyata teknologi begitu penting untuk pengembangan pariwisata Indonesia,” kata Yos.Sementara itu, pihak Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) mengaku tengah fokus dalam pengembangan produk wisata minat khusus. Salah satu temanya adalah wisata bahari.Menurut Direktur Pengembangan Wisata Minat Khusus dan MICE Kemenparekraf, Achyaruddin, wisata bahari dibagi ke dalam tiga fokus, yaitu diving, yacht, dan cruise. (Ni Luh Made Pertiwi F/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Asnil Amri