KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bitcoin (BTC) menjadi sorotan utama pasar keuangan global seiring kenaikan harga mendekati angka psikologis di level US$ 100.000. Lonjakan harga Bitcoin di bulan ini menunjukkan bahwa tren positif pada November masih terjaga. Pasar kini memasuki pekan terakhir bulan November, dengan Bitcoin telah mencatatkan kenaikan lebih dari 34% sejak awal bulan. Ini sekaligus menandai kenaikan tertinggi BTC dalam tiga tahun terakhir untuk bulan November. Berdasarkan data dari Coinglass, November tercatat sebagai bulan yang paling
bullish, dengan rata-rata penutupan lebih dari 40% sepanjang satu dekade terakhir. Dengan tren ini, sangat besar kemungkinan Bitcoin akan menutup bulan November dengan hasil yang positif.
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha mengamati, Bitcoin saat ini sedang mengalami penurunan ke level US$ 93.000 pada Senin (25/11) dari level tertingginya alias
all-time high (ATH) di angka US$ 99.588 yang tercatat pada Jumat (22/11).
Baca Juga: Dolar AS Menguat Setelah Trump Janjikan Tarif Baru untuk Meksiko dan Kanada Data Coinmarketcap, Selasa (26/11) pukul 16.00 WIB, menunjukkan pergerakan Bitcoin masih tertahan di level US$ 93.248 yang mengindikasikan
rebound dari level US$93.000 dan berpotensi menguji kembali ke angka US$96.000 hingga ke US$99.588. Namun, jika BTC gagal bertahan di atas level US$93.000, maka ada potensi koreksi menuju MA-20 dan
support di US$88.750. Panji menjelaskan, pada pekan lalu, spot Bitcoin ETF mencatatkan
all-time high dari sisi total
net inflow mingguan sejak pertama kali diperdagangkan pada 11 Januari 2024, dengan mencatat angka US$3,3 miliar pada periode perdagangan 18 - 22 November 2024. Adapun,
inflow harian tertinggi pekan lalu mencapai US$1 miliar pada 21 November 2024. Data tersebut mengindikasikan meningkatnya permintaan dari institusi keuangan tradisional untuk eksposur langsung terhadap Bitcoin.
Baca Juga: 3 Kesalahan Investasi yang Bisa Mengacaukan Masa Pensiun Menurut Warren Buffett Di samping itu, peluncuran opsi
trading untuk BlackRock’s iShares Bitcoin Trust ETF mencetak volume perdagangan sebesar US$1,9 miliar atau setara 30,297 triliun dalam satu hari pada 19 November. Ini menunjukkan betapa cepatnya produk keuangan berbasis Bitcoin diintegrasikan ke dalam pasar tradisional. Selain perkembangan dari sisi institusional, Panji Yudha juga mencatat bahwa beberapa data ekonomi dari Amerika Serikat pekan ini akan memainkan peran penting dalam pergerakan pasar kripto.
Pertama yakni risalah rapat FOMC pada 26 November 2024 yang akan memberikan wawasan tentang pandangan bank sentral terhadap kondisi ekonomi dan potensi kebijakan moneter ke depan. Investor akan mencermati sinyal mengenai kemungkinan penurunan suku bunga lebih lanjut.
Kedua, data klaim pengangguran awal pada 27 November 2024. Angka klaim pengangguran akan menjadi indikator kekuatan pasar tenaga kerja AS. Jika data ini lebih baik dari ekspektasi, maka aset berisiko seperti kripto bisa mendapatkan dorongan positif.
Baca Juga: Harga Bitcoin Cetak Rekor Tertinggi di November 2024, Begini Respons Bos Indodax Ketiga, data Inflasi PCE yang juga dijadwalkan rilis pada 27 November 2024. Sebagai indikator inflasi utama yang digunakan Fed, data PCE akan memberikan gambaran tentang arah kebijakan moneter. ‘’Jika inflasi lebih tinggi dari perkiraan, pelemahan dolar AS dapat mendorong permintaan terhadap Bitcoin yang sering dianggap sebagai lindung nilai inflasi,’’ kata Panji dalam riset, Selasa (26/11). Menurut Panji, momentum
bullish ini membuka peluang besar bagi Bitcoin untuk mencetak rekor harga baru. Namun, perlu diingat bahwa volatilitas tetap menjadi faktor utama di pasar aset kripto.
"Jika sentimen institusional tetap kuat dan data ekonomi mendukung, kemungkinan Bitcoin menembus US$100.000 semakin besar. Namun investor perlu tetap waspada terhadap fluktuasi harga yang bisa terjadi saat Bitcoin mendekati level psikologis yang signifikan ini," imbuh Panji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati