KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga Bitcoin (BTC) bergerak seperti rollercoaster di pekan lalu. Bitcoin mencapai rekor tertinggi sepanjang masa (ATH) sebesar US$ 73,000 pada Kamis (14/3), namun aksi
profit-taking membawa aset digital itu turun hingga mencapai US$ 64.600 pada hari Minggu (17/3). Financial Expert Ajaib Kripto Panji Yudha mengatakan, pada Selasa (19/3) pukul 08:00 WIB, Bitcoin (BTC) bertengger di US$ 67.010, setelah mengalami
rejection di area
resistance US$ 69.000 pada perdagangan Senin (18/3). Saat ini, BTC menunjukkan indikasi penurunan di bawah MA-20 dan potensi untuk melemah menuju sekitar area
support di US$ 64.000 - US$ 64.500. Sementara, area
support selanjutnya berada di angka US$ 60.000.
Panji menjelaskan, setelah mencapai puncaknya pekan lalu, Bitcoin mengalami koreksi wajar dan momentum
bullish dinilai
pasti akan berlanjut setelah koreksi ini berakhir. Meski demikian, pentingnya untuk tetap mengikuti pergerakan pasar mengingat pasar aset kripto bergerak dinamis selama 24 jam setiap hari.
Baca Juga: Bitcoin Berpotensi ke Level US$ 80.000, Meski Pasar Kripto Terkoreksi “Strategi yang dapat dipertimbangkan saat ini adalah
buy the dip Bitcoin di area support untuk mendapatkan harga rata-rata kepemilikan BTC yang rendah dan potensi memiliki jumlah Bitcoin lebih banyak, guna mempersiapkan potensi reli yang akan berlanjut hingga tahun 2025 nanti,” ungkap Panji dalam siaran pers, Selasa (19/3). Sementara itu, Panji melihat, reli Ethereum (ETH) terhenti hingga harga ETH kembali turun di bawah US$ 4.000, setelah berhasil mengimplementasikan peningkatan Dencun di jaringan utama (mainnet) pada Rabu (13/3). Ethereum (ETH) mengalami penurunan 4,00% menjadi US$3.454 dalam 24 jam terakhir. Di sisi lain, Solana (SOL) terus memperlihatkan performa luar biasa dengan meraih harga US$210 pada perdagangan Senin (18/3), sebelum akhirnya ikut melemah pada perdagangan hari ini, bertengger di US$ 191,80 turun 5,44% dalam 24 jam terakhir, namun terhitung masih naik sebesar 29,50% dalam periode 7 hari terakhir.
Menurut Panji, performa positif Solana didukung dari melonjaknya perdagangan di decentralized exchange (DEX) Solana yang mencapai volume US$2,9 miliar, melampaui Ethereum akibat dari naiknya perdagangan memecoin seperti Book of Meme (BOME) dan SNAP. “Prestasi ini menegaskan Solana sebagai platform blockchain yang banyak digunakan dengan pengaruh yang semakin besar di pasar kripto serta telah pulih dari keterpurukan pada 2022,” imbuhnya.
Adapun pekan ini terdapat beberapa peristiwa yang perlu menjadi perhatian. Panji menyebutkan, konferensi Nvidia GPU technology conference (GTC) 2024 yang akan berlangsung dari 18 hingga 21 Maret akan diawasi dengan ketat untuk mengetahui pengumuman terkait Artificial Intelligence (AI) yang juga berpotensi akan berdampak ke kripto berbasis teknologi AI. Kemudian, kompleksitas proses hukum antara Ripple dan SEC berlanjut setelah batas waktu baru telah ditetapkan. Gugatan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) terhadap Ripple memiliki tenggat waktu utama pada 22 Maret, ketika SEC akan mempresentasikan laporan singkat terkait perbaikannya.
Baca Juga: Intip Prospek Harga Bitcoin Hingga Akhir Tahun Gugatan tersebut memiliki arti penting bagi komunitas XRP dan kemajuan hasil gugatan kemungkinan besar akan memengaruhi ke mana arah altcoin selanjutnya dalam beberapa minggu mendatang. Selanjutnya, laporan Ripple akan jatuh tempo pada 22 April, dan laporan balasan SEC pada 6 Mei. Ripple juga akan menyelenggarakan Konferensi XRP Gold Coast, yang akan diadakan pada 22 hingga 24 Maret.
Panji turut menyoroti pergerakan BTC berpotensi berfluktuasi seiring dengan adanya keputusan hasil pertemuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Open Market Committee (FOMC) yang dijadwalkan pada 19-20 Maret 2024. Data indeks harga konsumen (IHK) dan indeks harga produsen (IHP) Amerika yang lebih tinggi dari perkiraan pasar pada minggu lalu telah menyebabkan ketidakpastian untuk mencari petunjuk apapun mengenai prospek penurunan suku bunga bank sentral, ketahanan ekonomi AS, dan tanggapan perihal inflasi. Hasil FOMC yang dirilis Rabu (20/3), terdapat 99% peluang The Fed kembali akan mempertahankan suku bunganya di kisaran 5,25%-5,50%. Adapun, potensi kemungkinan penurunan suku bunga 25 bps pada bulan Juni turun menjadi sekitar 50,7%, menurut Alat CME FedWatch. “Para pelaku pasar sedang mempertimbangkan ulang kapan dan seberapa besar penurunan suku bunga akan terjadi tahun ini, karena angka inflasi yang melebihi perkiraan pada pekan lalu,” tutup Panji. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari