KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bitcoin (BTC) menjadi instrumen dengan imbal hasil tertinggi dalam satu dekade terakhir. Berdasarkan Blommberg, per 30 September 2024 nilai BTC telah berada di US$ 79.369 dibandingkan 31 September 2014 yang berada di US$ 427,98. Alhasil, jika anda memegang aset tersebut dalam 10 tahun terakhir, imbal hasil yang diperoleh sebesar 18.445,17%.
Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal mengatakan bahwa kenaikan yang signifikan itu bisa disebabkan oleh beberapa faktor. Mulai dari peningkatan adopsi global, spekulasi pasar, meningkatnya permintaan di tengah ketidakpastian ekonomi global, serta krisis inflasi yang mendorong investor beralih ke aset alternatif seperti Bitcoin.
Iqbal memamparkan, teknologi blockchain yang mendasari kripto memberikan transparansi, keamanan, dan desentralisasi, menarik perhatian investor global. Permintaan terhadap Bitcoin, yang sering disebut sebagai "emas digital," juga meningkat seiring dengan ketidakpastian ekonomi global, yang mendorong kenaikan harga aset ini. "Adopsi kripto yang meluas di berbagai industri dan negara, serta dukungan dari perusahaan besar seperti Tesla, BlackRock, Fidelity dan PayPal, turut memperkuat posisinya sebagai aset investasi yang menjanjikan," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (17/10).
Baca Juga: Kapitalisasi Pasar Bitcoin Tembus US$1,35 Triliun, Ungguli Ethereum Krisis ekonomi global dan kebijakan moneter ekspansif juga telah memperkuat daya tarik kripto sebagai instrumen lindung nilai terhadap inflasi. Infrastruktur pasar kripto yang semakin matang, seperti adanya bursa yang lebih aman dan produk keuangan terkait kripto, semakin memudahkan investor untuk terlibat dalam pasar ini. Di sisi lain, lonjakan nilai BTC yang signifikan menegaskan betapa volatile dan dinamisnya pasar kripto. Harga bisa bergerak secara ekstrem dalam waktu singkat. "Oleh karena itu, volatilitas tinggi tetap menjadi salah satu tantangan utama dalam investasi kripto," sambungnya. Iqbal menyarankan, investor yang ingin memasukkan aset kripto ke dalam portofolionya perlu memperhatikan sejumlah hal. Pertama, mempelajari aset ini secara mendalam dengan memahami teknologi di balik aset tersebut, seperti blockchain dan kasus penggunaannya, agar siap menghadapi fluktuasi harga yang sering terjadi. Kedua, menggunakan uang dingin untuk membantu menjaga emosi tetap terkendali dan memungkinkan keputusan yang lebih rasional dalam jangka panjang. Ketiga, analisis waktu pembelian dan diversifikasi portofolio. "Dengan langkah-langkah ini, investor bisa lebih siap menghadapi tantangan dalam investasi kripto, termasuk risiko volatilitas dan regulasi," tegasnya. Di samping itu, prospek investasi aset kripto dinilai akan tetap menarik di Tanah Air, khususnya dengan pergantian tampuk kepemimpinan kepada Prabowo-Gibran. Iqbal menyoroti, saat kampanye Gibran menyatakan dukungan terhadap kripto dan blockchain sebagai alat untuk memperluas kesempatan kerja bagi generasi muda, yang menunjukkan komitmen mereka terhadap pengembangan sektor ini.
Baca Juga: Rencana Perubahan Regulasi Kripto di AS Berpotensi Bawa Bitcoin ke Level US$ 70.000 Gibran juga mengakui peran kripto dalam menciptakan peluang ekonomi baru, terutama bagi generasi muda. Ini dapat dilihat sebagai kelanjutan dari kebijakan pro-kripto yang diadopsi oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Di bawah kepemimpinan Joko Widodo, Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk memanfaatkan potensi perdagangan kripto dan teknologi blockchain demi mendukung perekonomian, hingga Indonesia memiliki lebih banyak jumlah investor kripto daripada investor saham," kata Iqbal.
Menilik data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah investor kripto per Agustus 2024 sebesar 20,9 juta. Sementara data Bursa Efek Indonesia (BEI), jumlah investor saham sebesar 6 juta. Iqbal menilai, pernyataan Gibran yang berkomitmen untuk mendukung pengembangan talenta muda di bidang blockchain dan kripto merupakan sinyal positif. "Dengan regulasi yang tepat, kami yakin sektor kripto di Indonesia akan terus berkembang pesat dan berkontribusi signifikan terhadap ekonomi digital," sambungnya. Di sisi lain, ada juga risiko yang harus diantisipasi, terutama terkait dengan kebijakan perpajakan dan pengawasan yang mungkin akan diperketat sejalan dengan transisi pengawasan dan pengaturan aset kripto dari Bappebti ke OJK. "Ini bisa menjadi tantangan bagi pelaku industri, namun kami melihatnya sebagai langkah penting untuk menjaga transparansi dan kredibilitas pasar," tutupnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih