Bitcoin Tembus US$ 50.000, Level Harga Tertinggi Sejak Desember 2021



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bitcoin (BTC) mencapai level harga US$ 50.000 atau setara Rp 780 juta untuk pertama kalinya sejak Desember 2021. Tren kenaikan harga BTC ini berpotensi reli hingga menuju US$ 52.000 dalam jangka pendek.

Bitcoin naik lebih dari 15% selama tujuh hari terakhir dan telah meningkat sebesar 17,40% sejak 1 Februari 2024. Sementara, kapitalisasi pasar Bitcoin juga mendekati angka US$ 1 triliun. Persisnya sebesar US$ 980 miliar atau naik lebih dari 130% dibandingkan Februari 2023 yang senilai US$ 415 miliar.

Selasa (13/2) pukul 08.00 WIB, BTC bertengger di level US$ 50.154 naik sekitar 4,15% dalam 24 jam terakhir. Adapun, total kapitalisasi pasar aset kripto berada di level US$ 1,83 triliun, naik sebesar 3,69% dalam 24 jam terakhir.


Menguatnya Bitcoin turut berdampak positif ke altcoin lainnya, termasuk Ethereum (ETH) melesat 6,56% dalam 24 jam terakhir bergerak di US$ 2.668 dan naik sebesar 15,81% dalam periode 7 hari terakhir. Pekan lalu, pengembang (developer) Ethereum mengumumkan tanggal upgrade Dencun ke mainnet (jaringan utama) ethereum pada tanggal 13 Maret 2024.

Baca Juga: Bitcoin Halving Diprediksi akan Membuat Harga Naik Mencapai US$59.000 pada Akhir 2024

Financial Expert Ajaib Kripto Panji Yudha mengatakan, menguatnya BTC sepanjang seminggu terakhir salah satunya disebabkan arus keluar (outflow) yang melambat dari GBTC Grayscale yang mencatat arus keluar terendahnya sebesar US$ 51,8 juta dari ETF tersebut pada 9 Februari, menandai penurunan 91% dari rekor arus keluar harian sebesar US$ 620 juta pada 23 Januari.

Sementara, ETF Bitcoin Spot Amerika Serikat yang baru menghasilkan arus masuk bersih sebesar US$ 541 juta pada 9 Februari. Ini menandai hari arus masuk terbesar untuk produk tersebut, tidak termasuk hari pertama perdagangan, menurut data dari platform analisis kripto SoSoValue.

Secara teknikal, Panji menganalisis, BTC bertengger di US$ 50.154 pada Selasa (13/2) pukul 08:00 WIB. Saat ini, level US$50.000 akan menjadi psikologis support dan jika mampu bertahan di level tersebut ada potensi lanjut reli ke US$ 52.000. Sementara jika turun di bawah US$ 50.000 potensi penurunan ke support terdekat di US$ 48.000.

“Diharapkan antisipasi perubahan tren jangka pendek karena pekan ini ada rilis data inflasi AS,” ungkapnya dalam siaran pers, Selasa (13/2).

Sementara, lanjut Panji, sentimen BTC dalam jangka panjang masih akan bullish melihat berbagai sentimen positif seperti, Bitcoin halving yang akan terjadi pada April 2024. Bitcoin halving akan berdampak pada pasokan Bitcoin yang masuk ke pasar.

Sebagai gambaran, setelah halving ketiga di 2020 hanya 900 bitcoin yang baru ditambang yang masuk ke pasar setiap hari dimana akan segera turun menjadi 450 bitcoin per hari ketika halving Bitcoin terjadi pada bulan April.

Adapun pekan ini, pasar kripto bersiap menghadapi data penting seperti CPI dan PPI Amerika. Panji mengatakan, hasil data tersebut berpotensi dapat berdampak pada Bitcoin dan altcoin.

Sebagaimana pelaku pasar saat ini telah menurunkan ekspektasi untuk pemotongan suku bunga pada bulan Maret. Namun, Federal Reserve sedang mempertimbangkan penundaan pemotongan hingga Mei-Juni karena alasan yang tidak terhindarkan.

Selain itu, data pada hari Selasa ini akan menjadi krusial dalam membentuk sentimen pasar. Indeks Harga Konsumen (IHK) Amerika Serikat dirilis pada Selasa (13/2) diperkirakan akan naik sebesar 0,2% pada bulan Januari, konsisten dengan kenaikan Desember. Data Core CPI, yang mengesampingkan harga pangan dan energi yang fluktuatif, diperkirakan akan naik sebesar 0,3% pada bulan Januari, mencerminkan kenaikan Desember.

Sementara itu, dari tahun ke tahun, IHK diproyeksikan akan naik sebesar 2,9% pada bulan Januari, sedikit lebih rendah dari bulan Desember sebesar 3,4%. IHK Inti diperkirakan akan meningkat menjadi 3,7% YoY, turun dari 3,9% pada bulan Desember.

Baca Juga: Indodax Sebut Fluktuasi Harga Bitcoin Kini Mulai Stabil

Disisi lain, Indeks harga produsen (IHP) Amerika Serikat yang dirilis Jumat (16/2) diprediksi menjadi 0,7% YoY, lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya sebesar 1,0%. Sementara itu, IHP Inti diperkirakan akan meningkat menjadi 1,60% YoY, turun dari 1,8% pada bulan Desember.

“Menjelang rilis data seputar inflasi atau kebijakan moneter seringkali mempengaruhi pergerakan aset kripto. Termasuk data penting minggu ini IHK dan IHP, jika angkanya sesuai ekspektasi pasar atau lebih rendah maka berpotensi akan berdampak positif bagi pasar kripto. Sementara jika, hasilnya diatas ekspektasi pasar maka potensi terjadinya tekanan dalam jangka pendek,” ujar Panji.

Panji turut menyoroti, pelaku pasar bakal menantikan petunjuk pejabat The Fed terhadap keputusan pemotongan suku bunga Federal Reserve pada periode Mei-Juni. Dengan harapan pemotongan suku bunga, harga kripto mungkin mengalami volatilitas yang meningkat akibat dari tren makroekonomi yang berubah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat