BK CPO 6%, produsen tetap adem-ayem



JAKARTA. Kendati Bea Keluar (BK) crude palm oil (CPO) bulan September 2010 ini sebesar 6%, produsen CPO tetap -ayem. Padahal, BK tersebut naik dari bulan sebelumnya yang hanya 3%. Max Ramajaya, Direktur Pengembangan PT Wilmar Indonesia menjelaskan, perusahaan hanya bisa pasrah terhadap kenaikan BK. Toh, industri sudah memprediksi besar bea keluar ini sejak bulan sebelumnya. "Hal ini tidak mempengaruhi porsi ekspor kami menjadi lebih sedikit, toh permintaan CPO dari pasar ekspor juga tidak berubah, omzet yang kami terima juga relatif sama," ujar Max kepada KONTAN, Kamis (16/9). Hal sebaliknya juga akan terjadi bila bea keluar turun.Meski tak mau menyebut komposisi CPO untuk pasar ekspor dan domestik, namun Max memastikan, BK ini tak mengubah komposisi penjualan CPO Wilmar bulan ini. Musim libur Ramadhan dan Lebaran yang berlangsung pertengahan September ini pun tak menghambat laju ekspor CPO Wilmar. Sebab, di hari raya Idul Fitri, perusahaan hanya libur dua hari. Setelah itu, aktivitas distribusi berjalan seperti normal adanya.Hal yang sama juga diakui oleh PT Astra Agro Lestari Tbk. Sepanjang Januari-Agustus 2010, total produksi Astra Agro mencapai 674.856 ton. Jumlah ini turun 4,6% dari periode sama tahun 2009 yang sebesar 707.143 ton. Menurut Tjahjo Dwi Ariontono, Hubungan Investor Astra Agro, penurunan disebabkan oleh cuaca yang buruk yang membuat tanah menjadi tanah basah. Dus, lahan dan kelapa sawit pun kurang produktif. Dengan cuaca yang tidak menentu tersebut, Astra Agro tak berharap muluk; setidaknya produksi bisa menyamai tahun lalu sebesar 1,1 juta ton.Kenaikan BK ini pun tak lantas menciutkan ekspor Astra Agro karena penjualan ke pasar ekspor tergantung permintaan yang ada. Selama ini Astra Agro mengekspor CPO ke Belanda, India, dan China. pasar ekspor tersebut pun terbilang mini, hanya 10%-nya saja. Sementara itu, sebesar 90% dilempar di pasar domestik. "Jadi bagi kami, BK yang naik tidak berdampak signifikan karena kami menjual sebagian besar produksi ke pasar domestik," terang Tjahjo. PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk juga memilih menghentikan ekspornya sejak setahun lampau. Menurut Bambang Aria Wisena, Direktur Bakrie Sumatera, penjualan di domestik lebih menguntungkan karena dana cepat cair, hanya dalam tempo seminggu. Berbeda dengan penjualan CPO ke pasar ekspor yang harus menunggu dana cair selama sebulan. Untuk catatan, BK sebesar 6% berasal dari perhitungan harga rata-rata 20 Juli sampai 20 Agustus yang sebesar US$ 875,41 per ton. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 67 Tahun 2010 tentang BK, ekspor CPO dengan harga lebih dari US$ 850 per ton akan dikenai BK 6%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: