JAKARTA. Kerugian petani kelapa sawit akibat penetapan bea keluar (BK) minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ternyata tidak main-main. Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), menuturkan, akibat penerapan BK CPO, petani merugi hingga Rp 40 miliar per tahun.Hitungannya seperti ini. Setiap pengenaan BK sebesar US$ 1 per ton, maka harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akan tergerus US$ 0,14 per ton. "Saat ini produksi TBS 30 juta ton setahun, berarti kerugian petani US$ 4,2 juta, atau sekitar Rp 40 miliar," kata Asmar kepada KONTAN, Minggu (23/1).Potensi kerugian yang ditanggung petani bisa lebih besar karena BK kelapa sawit ditetapkan secara progresif. Ketika harga CPO di pasar internasional mencapai US$ 900 per metrik ton (MT), maka BK -nya sebesar 10%. Tapi ketika harga mencapai US$ 1.100 per MT, maka tarif BK naik menjadi 20%, dan seterusnya.Ketentuan BK seperti ini membuat petani tidak mendapatkan keuntungan yang maksimal tatkala harga TBS dunia naik. "Sebab BK-nya juga bakal lebih besar," keluh Asmar.Kerugian petani kian parah dengan banyaknya pungutan liar di perkebunan yang dilakukan pemerintah daerah. Asmar membeberkan, petani harus membayar pungutan tersebut berkali-kali dalam setiap panen maupun pengiriman kelapa sawit, dengan dalih perbaikan infrastruktur.Nyatanya, infrastruktur di perkebunan tetap buruk. Celakanya lagi, "Biaya kami juga menjadi lebih besar akibat infrastruktur yang buruk tersebut," tutur Asmar.Kondisi tersebut jelas sangat memprihatinkan, mengingat produksi sawit baik dalam bentuk TBS maupun CPO terus naik dari waktu ke waktu. Produksi CPO tahun ini misalnya, ditargetkan naik menjadi 22 juta ton. Target ini naik 4,7% dibandingkan produksi tahun 2010 yang sebanyak 20,8 juta ton. "Dari sisi benih sudah sangat mendukung (pencapaian target itu," kata Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi, akhir pekan lalu.Asmar mengatakan, meski produksi CPO meningkat, namun ketentuan BK membuat keuntungan petani tak pernah maksimal. Asmar berharap pemerintah merevisi ketentuan BK tersebut. "Kalau bisa tarif BK itu dibuat flat, jangan progresif seperti sekarang yang merugikan petani," tandas Asmar. Satu lagi, pemerintah juga harus membereskan praktik retribusi liar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BK CPO rugikan petani sawit hingga Rp 40 miliar
JAKARTA. Kerugian petani kelapa sawit akibat penetapan bea keluar (BK) minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) ternyata tidak main-main. Asmar Arsyad, Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), menuturkan, akibat penerapan BK CPO, petani merugi hingga Rp 40 miliar per tahun.Hitungannya seperti ini. Setiap pengenaan BK sebesar US$ 1 per ton, maka harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit akan tergerus US$ 0,14 per ton. "Saat ini produksi TBS 30 juta ton setahun, berarti kerugian petani US$ 4,2 juta, atau sekitar Rp 40 miliar," kata Asmar kepada KONTAN, Minggu (23/1).Potensi kerugian yang ditanggung petani bisa lebih besar karena BK kelapa sawit ditetapkan secara progresif. Ketika harga CPO di pasar internasional mencapai US$ 900 per metrik ton (MT), maka BK -nya sebesar 10%. Tapi ketika harga mencapai US$ 1.100 per MT, maka tarif BK naik menjadi 20%, dan seterusnya.Ketentuan BK seperti ini membuat petani tidak mendapatkan keuntungan yang maksimal tatkala harga TBS dunia naik. "Sebab BK-nya juga bakal lebih besar," keluh Asmar.Kerugian petani kian parah dengan banyaknya pungutan liar di perkebunan yang dilakukan pemerintah daerah. Asmar membeberkan, petani harus membayar pungutan tersebut berkali-kali dalam setiap panen maupun pengiriman kelapa sawit, dengan dalih perbaikan infrastruktur.Nyatanya, infrastruktur di perkebunan tetap buruk. Celakanya lagi, "Biaya kami juga menjadi lebih besar akibat infrastruktur yang buruk tersebut," tutur Asmar.Kondisi tersebut jelas sangat memprihatinkan, mengingat produksi sawit baik dalam bentuk TBS maupun CPO terus naik dari waktu ke waktu. Produksi CPO tahun ini misalnya, ditargetkan naik menjadi 22 juta ton. Target ini naik 4,7% dibandingkan produksi tahun 2010 yang sebanyak 20,8 juta ton. "Dari sisi benih sudah sangat mendukung (pencapaian target itu," kata Wakil Menteri Pertanian, Bayu Krisnamurthi, akhir pekan lalu.Asmar mengatakan, meski produksi CPO meningkat, namun ketentuan BK membuat keuntungan petani tak pernah maksimal. Asmar berharap pemerintah merevisi ketentuan BK tersebut. "Kalau bisa tarif BK itu dibuat flat, jangan progresif seperti sekarang yang merugikan petani," tandas Asmar. Satu lagi, pemerintah juga harus membereskan praktik retribusi liar.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News