KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) mencatat, pemanfaatan insentif
tax holiday dan
tax allowance yang ditawarkan pemerintah di kawasan ekonomi khusus (KEK) ternyata masih sepi peminat. Merujuk pada dokumen Laporan Belanja Perpajakan 2021, pemanfaatan insentif
tax holiday di KEK pada tahun 2021 masih tercatat Rp 0. Pun, pada tahun 2018 hingga Rp 2020 realisasinya juga masih nihil. Bahkan untuk tahun, diproyeksikan realisasinya juga tetap Rp 0. "Belum ada Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang memanfaatkan
tax holiday di KEK," dikutip dari dokumen tersebut, Rabu (28/7).
Sebagai informasi, setiap badan usaha pengelola KEK dan pelaku usaha di KEK bisa memperoleh fasilitas pengurangan pajak penghasilan (PPh) Badan alias tax holiday bagi badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha di KEK dan pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama di KEK. Adapun kriteria yang bisa memperoleh
tax holiday salah satunya adalah harus memiliki nilai rencana penanaman modal paling sedikit Rp 100 miliar.
Baca Juga: BKF: Insentif Perpajakan Efektif Dorong Pemulihan Ekonomi Nasional Sementara terkait dengan
tax allowance, BKF mencatat nilai penerimaan pajak yang tidak terpungut akibat insentif tersebut pada tahun 2021 hanya Rp 11 miliar, bahkan di tahun ini juga diproyeksikan dengan nilai yang sama. Namun, pada tahun 2018 hingga 2020, nilai penerimaan pajak yang tidak dipungut akibat insentif tersebut masih nihil alias Rp 0. "Telah ada wajib pajak yang telah diberikan fasilitas
tax allowance di KEK, namun sampai dengan tahun 2020 laporan keuangan wajib pajak masih mengalami kerugian fiskal," seperti dikutip dari dokumen tersebut. Untuk diketahui, pelaku usaha yang melakukan penanaman modal pada kegiatan utama di KEK atau kegiatan lainnya di KEK bisa mendapatkan insentif
tax allowance berupa pengurangan penghasilan neto sebesar 30% dari jumlah nilai penanaman modal berupa aktiva tetap terwujud. Kemudian, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada wajib pajak luar negeri sebesar 10%, serta kompensasi kerugian selama 10 tahun. Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani juga menyoroti insentif pajak di KEK yang masih sepi peminat. Menurutnya, hal tersebut tidak terlepas dari ketentuan nilai investasi yang terlalu besar untuk mendapatkan fasilitas tersebut. Terlebih lagi, perekonomian global saat ini masih tidak menentu, sehingga pengusaha masih akan
wait and see dan tidak berani mengambil resiko.
Baca Juga: Pengamat Pajak Sarankan Dua Hal Ini untuk Kerek Penerimaan Pajak Konsumsi "Nilai investasinya terlalu besar. Di tengah ekonomi global yang tidak menentu ini, para pemodal tidak berani beresiko," ujar Ajib kepada Kontan.co.id, Rabu (28/12). Ajib menilai, pajak hanya menjadi salah satu instrumen penarik investasi. Untuk itu, pemerintah harus memberikan instrumen lain untuk merealisasikannya. Tentu ini tidak terlepas dari upaya pemerintah untuk tetap fokus pada keunggulan kompetitif Indonesia, sinergi antar lembaga dan mengawal investasi dari pra kegiatan sampai realisasi dan setelah terealisasi. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari