KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok 2020 sebesar 23% dan harga jual eceran naik 35%. Angka tersebut membawa pro dan kontra sejumlah pihak. Industri rokok menganggap kenaikan CHT terlampau tinggi. Sementara Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazar mengatakan keputusan yang diambil pemerintah berbasis tarif CHT 2018. Baca Juga: IHSG masih kebal dari kenaikan harga minyak yang bersifat jangka pendek
“Karena tahun 2019 ini tidak ada kenaikan tarif. Jadi, kenaikan tarif 23% tersebut dirapel selama 2 tahun. Kelompok anti tembakau juga akan bilang salah tahun ini tidak naik kok, ya kenaikan tarifnya harusnya lebih tinggi lagi. ” kata Suahasil dalam keterangan resminya, Senin (16/9). Suahasil bilang keputusan CHT setiap tahunnya selalu menuai perdebatkan yang sangat multidimensional. Tidak hanya satu faktor yang dilihat. Suahasil bilang saat Sidang Kabinet Jumat (13/9) membahas kebijakan CHT terjadi perdebatan yang alot. “Perdebatan yang luar biasa komprehensif dari semua sisi pandang. Semua faktor sensitif ditimbang, semua kemungkinan diantisipasi. Setelah itu keputusan diambil,” ungkap Suahasil. Menurut Suahasil ada tiga faktor yang menjadi pertimbangan pemerintah menentukan tarif CHT. Pertama, kebijakan cukai adalah alat mengendalikan konsumsi.