JAKARTA. Harapan pengusaha agar pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) badan dan orang pribadi sepertinya masih susah terealisasi. Kepada Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (BKF) Suahasil Nazara mengatakan, penurunan tarif PPh akan berimplikasi pada penurunan penerimaan negara. Suahasil mengatakan, pihaknya selalu melihat perubahan tarif memiliki implikasi pada penerimaan negara. Sehingga bila hal ini dipaksakan, akan berdampak serius pada kelangsungan penerimaan negara. Apalagi saat ini, tingkat kepatuhan wajib pajak (WP) di Indonesia masih cenderung kecil. Bila terjadi penurunan tarif PPh badan, dia bilang, pendapatan saat ini tidak bisa menopang penerimaan pajak nantinya. Kalau tarifnya lebih kecil, tentu penerimaan kecil, tetapi bisa saja compliance-nya besar, itu masih bisa mungkin, ujar Suahasil di Kemenko Perekonomian, Kamis (1/6).
Seperti diketahui, rencana penurunan tarif PPh badan akan dimasukkan dalam rancangan undang-undang (RUU) PPh yang saat ini masih dirumuskan pemerintah. RUU ini ditargetkan untuk bisa disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelum tahun ini berakhir. Di dalam revisi UU PPh tersebut, akan dibahas soal tarif yang selama ini masih diperdebatkan untuk bisa turun agar bisa bersaing dengan tarif di negara lain di ASEAN. Hal ini sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang meminta adanya pengkajian untuk penurunan tarif PPh agar Indonesia bisa bersaing dengan negara lain di kawasan. Sebab sampai saat ini, tarif PPh badan di Indonesia masih mahal yakni 25%. Terkait kepatuhan, Suahasil menjelaskan, dengan program amnesti pajak seharusnya akan berbanding lurus dengan kenaikan tingkat kepatuhan membayar. Tapi faktanya, hal ini belum menjadi jaminan. Karena dampak kebijakan ini sendiri masih belum dapat dipetakan BKF. Apalagi bila dilihat dari jumlah peserta yang membayar pajak masih kecil.