KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa rokok menjadi salah satu faktor risiko penting yang menyebabkan Indonesia menduduki peringkat ke-108 negara dengan kekerdilan tertinggi di dunia. Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal M. Damanik mengatakan, Indonesia menempati urutan ke-108 dari 132 negara yang diurutkan berdasarkan prevalensi kekerdilan balita dari terendah hingga tertinggi di dunia. Melalui peringkat itu pula, Indonesia menjadi negara dengan angka kekerdilan tertinggi ketiga di kawasan ASEAN setelah Timor Leste dan Laos Demokrat. Stunting atau terlalu pendek untuk usia seseorang, didefinisikan sebagai tinggi badan yang lebih dari dua standar deviasi di bawah Median Standar Pertumbuhan Anak (WHO, 2015). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi balita stunting di Indonesia turun dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018).
BKKBN: Rokok Jadi Faktor Indoensia Duduki Posisi 108 Stunting di Dunia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa rokok menjadi salah satu faktor risiko penting yang menyebabkan Indonesia menduduki peringkat ke-108 negara dengan kekerdilan tertinggi di dunia. Deputi Bidang Pelatihan, Penelitian dan Pengembangan BKKBN, Muhammad Rizal M. Damanik mengatakan, Indonesia menempati urutan ke-108 dari 132 negara yang diurutkan berdasarkan prevalensi kekerdilan balita dari terendah hingga tertinggi di dunia. Melalui peringkat itu pula, Indonesia menjadi negara dengan angka kekerdilan tertinggi ketiga di kawasan ASEAN setelah Timor Leste dan Laos Demokrat. Stunting atau terlalu pendek untuk usia seseorang, didefinisikan sebagai tinggi badan yang lebih dari dua standar deviasi di bawah Median Standar Pertumbuhan Anak (WHO, 2015). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi balita stunting di Indonesia turun dari 37,2% (2013) menjadi 30,8% (2018).