BKPM agresif kawal investasi yang berjalan



JAKARTA. Guna mengawal investasi yang masuk ke dalam negeri, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan mengawal proyek investasi masa konstruksi yang berkontribusi terhadap peningkatan ekspor dan pengurangan impor. Beberapa di antaranya yakni investasi di sektor baja, petrokimia, industri tesktil, produk tekstil dan komponen otomotif.

Kepala BKPM Franky Sibarani mengungkapkan, BKPM akan menindaklanjuti langkah tersebut untuk mendukung penguatan fundamental ekonomi melalui penyeimbangan neraca perdagangan.

“Kami akan melakukan identifikasi potensi ekspor dan substitusi impor dari proyek investasi yang saat ini sedang memasuki masa konstruksi,” ungkap Franky dalam siaran resmi, Rabu(19/8).


Hal ini dilakukan guna memperoleh gambaran terhadap penambahan dan pengurangan ekspor apabila proyek investasi dapat terealisasi tepat waktu.

Sebelumnya, BKPM mengidentifikasi penambahan ekspor sebesar US$ 3,5 miliar per tahun. Mulai tahun 2016, ada 54 proyek investasi masa konstruksi yang sedang dipantau dengan nilai investasi US$ 13,6 miliar.

Potensi ekspor tersebut terdiri dari produk garmen US$ 65,5 juta, nickel pig iron senilai US$ 1,17 miliar, frozen food senilai US$ 230 juta, crumb rubber senilai US$ 134,8 juta, alumina senilai US$ 765 juta, karet sintetis senilai US$ 400 juta, bahan kimia senilai US$ 280 juta, komponen otomotif senilai US$ 123,1 juta, sagu senilai US$ 12,5 juta, particle board senilai US$ 37,8 juta, turunan CPO senilai US$ 200 juta, dan tepung gandum senilai US$ 10 juta.

Sementara itu potensi substitusi impor terdiri dari petrokimia senilai US$ 744 juta dan serat rayon senilai US$ 69 juta.

"Menurut investor, potensi ekspor ini sudah fix karena pembelinya sudah ada. Jadi begitu sudah tahap produksi komersial sudah dapat dilakukan proses ekspor,” ujar Franky.

Selain itu, Franky menyatakan pihaknya akan menguatkan koordinasi dengan Kementerian terkait untuk memastikan proyek investasi dapat terealisasi sepenuhnya. Koordinasi dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan terkait persoalan UMR, daya saing ekspor terkait fasilitas tarif ekspor, dan pasokan listrik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie