BKPM akui sulit menebak arah investasi



JAKARTA. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengaku, tingginya ketidakpastian investasi di triwulan ke-II membuat laju pertumbuhan investasi melambat. Salah satunya, terkait kebijakan pengampunan pajak dan kondisi ekonomi global yang tidak memberikan rasa aman.

Tom memperkirakan, ketidakpastian itu masih akan berlanjut di triwulan berikutnya. Sehingga, Ia mengaku sulit untuk memperkirakan arah pertumbuhan investasi di semester II ini.

Meski demikian, ia yakin tren investasi akan mengarah ke perbaikan dibandingkan triwulan ke-II. Pasalnya, pada triwulan ke-III nanti, pelaksanaan pengampunan pajak sudah terlihat arah dan peluang keberhasilannya.


Ia pun enggan berspekulasi dengan target pertumbuhan investasi yang harus dicapai oleh BKPM. "Saya pikir 10% sudah cukup baik," ucap Tom, dengan nada pesimistis, Senin (8/8) di Jakarta.

BKPM di bawah kepemimpinan Franky Sibarani sebelumnya, menargetkan realisasi investasi yang masuk tahun ini Rp 594,5 triliun. Target ini lebih tinggi 9% ketimbang realisasi tahun 2015 sebesar Rp 545,4 triliun.

Padahal investasi merupakan faktor utama yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi tahun ini, yang ditargetkan sebesar 5,2%. Selain investasi hal lainnya yang diandalkan adalah konsumsi rumah tangga.

Namun, pada triwulan ke-II lalu pertumbuhan investasi menurut BPS melambat menjadi hanya sebesar 5,06% saja. Padahal pada triwulan pertama bisa mencapai 5,57%.

Salah satu kendala yang dihadapi BKPM menurut Tom adalah startegi promosi investasi yang belum tepat. Menurutnya, promosi yang dilakukan tidak fokus pada sektor yang benar-benar harus dikembangkan.

Tom yang belum genap menjadi Kepala BKPM ini berjanji untuk fokus pada sektor yang benar-benar bisa memberikan kontribsi. Seperti industri baja, petrokimia, industri logam, komponen otomotif, plastik hingga industri perdagangan, jasa dan pariwisata.

Sementara itu, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai selain adanya faktor sikap wait and see dari para pengusaha, pertumbuhan investasi yang melambat juga ditentukan oleh siklus bisnis yang belum pulih. Sehingga, sebagian besar investor mengurangi capital spendingnya.

Di sisi lain, belanja modal pemerintah dinilai masih rendah, sehingga tidak mampu menarik investasi swasta. "Hal tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan konsumsi semen di kuartal II," kata Josua.

Ke depan Ia berharap pemerintah betul-betul bisa memaksimalkan seabreg paket kebijakan ekonomi. Terutama yang terkait dengan deregulasi dalam hal mempermudah izin berusaha alias easy of doing business.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia