KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren investasi langsung di Indonesia belakangan melemah. Bahkan maraknya relokasi investasi dari China akibat perang dagang tidak ada satu pun yang datang ke Indonesia. Namun, pemerintah menganggap orientasi investor asing terhadap Indonesia sudah berubah ke digital ekonomi. Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengatakan saat ini investor asing melirik sektor padat karya di Indonesia dalam hal ini industri pariwisata, gaya hidup, dan e-commerce. Menurut Thomas, meski investasi di sektor pengolahan atau manufaktur masih potensial, potensi e-commerce sebagai masa depan investasi langsung sangat terbuka luas. E-commerce juga dinilai mampu menciptakan tenaga kerja dan mengubah yang tadinya berada di sektor informal menjadi sektor formal.
Baca Juga: Siap-siap, relokasi investasi China akan datang ke Indonesia “Gojek dan Grab sekarang pungut pajak pertambahan nilai (PPN) dari ratusan ribu pengemudi, perkiraanya mereka bayar hingga Rp 4-Rp 5 triliun pertahun yang disetor ke Direktorat Jenderal Pajak (DJP),” kata Thomas setelah acara Trade Expo Indonesia 2019 di ICE BSD, Tanggerang, Banten, Kamis (17/10) Thomas mengaku, tren investasi langsung sektor e-commerce semakin tumbuh. Hitungan Thomas, sekitar 15%-20% dari total penanaman modal asing (PMA) atau foreign direct investment (FDI) disumbang oleh e-commerce. Catatan Kontan.co.id, realisasi PMA sepanjang semester I-2019 mencapai Rp 212,8 triliun. Dus, sumbangsih e-commerce mencapai sekitar Rp 31,92-Rp 42,56 triliun dari total PMA pada enam bulan pertama di tahun 2019.
Baca Juga: Ini strategi pemerintah menangkap investasi langsung Thomas membeberkan, jumlah FDI lewat modal ventura kepada e-commerce asalnya beragam mulai dari Silicon Valley dan China. Adapun perusahaan-perusahaan yang menginvestasikan modal ke e-commerce antara lain Alibaba, Tencent, JD, serta perusahaan konglomerasi besar asal Jepang seperti Softbank. Menurut Thomas, iklim investasi di Indonesia semakin membaik sehingga menambah gairah investor untuk menanam modal di Indonesia, ditandai dengan rating yang baik pada 2019 dari berbagai lembaga mulai dari S&P dengan rating BBB, Moody’s memberi peringkat Baa2, Fitch di level BBB, JCRA dengan rating BBB, dan R&I dengan rating BBB. International Monetary Fund (IMF) pada tahun 2019 menobatkan Indonesia di posisi 16 dunia sebagai negara dengan ekonomi terbesar dan memiliki banyak peluang investasi. Dari sisi produk domestik bruto (PDB) Indonesia sudah mencapai US$ 1.022 miliar pada tahun 2018. “Kita sadar banyak lembaga-lembaga riset survei memprediksi bahwa Indonesia akan masuk top 10 dalam waktu 10 tahun-15 tahun ke depan,” kata Thomas.
Thomas memprediksi di periode kedua Jokowi, Indonesia bisa naik peringkat dari 16 menjadi 12 negara dengan ekonomi terbesar. Namun, dia tidak memungkiri tekanan kondisi ekonomi global akan menjadi sentimen yang akan menguji kembali Indonesia dalam lima tahun ke depan. “Di era Presiden Jokowi, kita melanjutkan perjalanan dari sebelumnya di bawah peringkat layak Investasi. Sekarang masuk kategori sangat solid, kita satu tingkat di atas batas minimum. Ke depan e-commerce akan menjadi motor penggeraknya,” kata Thomas.
Baca Juga: Tarik investasi, Apindo: Kabinet selanjutnya harus berpikir seperti pengusaha Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat