JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dirundung kekhawatiran. Kekhawatiran ini dipicu oleh anomali antara peningkatan jumlah investasi dengan penurunan angka penjualan retail. Thomas T Lembong, Kepala BKPM mengatakan, angka penurunan penjualan retail yang terjadi cukup besar dan mengkhawatirkan. Biasanya, angka penjualan retail per tahun bisa tumbuh sampai ke kisaran 12%- 14%. Tapi, saat ini angka pertumbuhan penjualan retail hanya mencapai 3%. "Ini misteri. Investasi naik terus, daya beli malah turun dan penurunannnya di bawah inflasi. Harusnya, investasi naik, penghasilan naik diikuti daya beli," kata Thomas di Komplek Istana Negara, Rabu (2/8). BKPM khawatir gejala tersebut muncul akibat adanya pola pergeseran struktur investasi. Investasi yang selama ini banyak mengalir ke sektor padat karya mulai bergeser ke sektor padat modal. Kekhawatiran tersebut didasarkannya pada iklim investasi di dalam negeri yang belakangan ini yang banyak diganggu oleh lahirnya aturan penghambat investasi. "Keyakinan dunia usaha dipengaruhi regulasi. Ketika regulasi dibuat ngawur, keluarnya dadakan, tanpa masa transisi, sosialisasi itu menimbulkan kecemasan," katanya. Ekonomi dalam negeri saat ini sedang mengalami anomali. Walau ekonomi tumbuh mantap di atas 5%, inflasi Januari- Juni 2017 masih di bawah 3%, tapi kondisi tersebut tidak diikuti perbaikan daya beli. Selama masa Lebaran kemarin misalnya, angka penjualan retail yang menjadi salah satu tolok ukur kemampuan daya beli masyarakat hanya mampu tumbuh 3%. Pertumbuhan tersebut anjlok dalam jika dibandingkan dengan Lebaran tahun 2016. Waktu itu, angka penjualan retail bisa tumbuh sampai 13%.
BKPM: Investasi naik terus, daya beli malah turun
JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dirundung kekhawatiran. Kekhawatiran ini dipicu oleh anomali antara peningkatan jumlah investasi dengan penurunan angka penjualan retail. Thomas T Lembong, Kepala BKPM mengatakan, angka penurunan penjualan retail yang terjadi cukup besar dan mengkhawatirkan. Biasanya, angka penjualan retail per tahun bisa tumbuh sampai ke kisaran 12%- 14%. Tapi, saat ini angka pertumbuhan penjualan retail hanya mencapai 3%. "Ini misteri. Investasi naik terus, daya beli malah turun dan penurunannnya di bawah inflasi. Harusnya, investasi naik, penghasilan naik diikuti daya beli," kata Thomas di Komplek Istana Negara, Rabu (2/8). BKPM khawatir gejala tersebut muncul akibat adanya pola pergeseran struktur investasi. Investasi yang selama ini banyak mengalir ke sektor padat karya mulai bergeser ke sektor padat modal. Kekhawatiran tersebut didasarkannya pada iklim investasi di dalam negeri yang belakangan ini yang banyak diganggu oleh lahirnya aturan penghambat investasi. "Keyakinan dunia usaha dipengaruhi regulasi. Ketika regulasi dibuat ngawur, keluarnya dadakan, tanpa masa transisi, sosialisasi itu menimbulkan kecemasan," katanya. Ekonomi dalam negeri saat ini sedang mengalami anomali. Walau ekonomi tumbuh mantap di atas 5%, inflasi Januari- Juni 2017 masih di bawah 3%, tapi kondisi tersebut tidak diikuti perbaikan daya beli. Selama masa Lebaran kemarin misalnya, angka penjualan retail yang menjadi salah satu tolok ukur kemampuan daya beli masyarakat hanya mampu tumbuh 3%. Pertumbuhan tersebut anjlok dalam jika dibandingkan dengan Lebaran tahun 2016. Waktu itu, angka penjualan retail bisa tumbuh sampai 13%.