BKPM kaji ulang aturan divestasi asing



JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mempertimbangkan rencana memberikan kelonggaran aturan divestasi kepemilikan asing pada perusahaan benih. Aturan turunan dari Undang-Undang Hortikultura yang membatasi 30% kepemilikan saham asing tengah dipersiapkan. Salah satu poin yang tengah dibahas adalah kelonggaran asing bisa memiliki porsi saham mayoritas.

Frangky Sibarani, Kepala BKPM mengatakan, pihaknya tengah membahas secara intens dengan Kementerian Perekonomian. Apakah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dapat memberikan kelonggaran kepada investor yang telah berinvestasi untuk tidak dipatok 30%.

"Kami akan review kembali draft ini dan memanggil pelaku usaha. Ini telah menjadi issue global karena kami menjaga perusahaan asing tidak keluar. Satu sisi kami ingin mengundang mereka (investor) juga masuk," ujar Frangky.


Dalam draft Permentan yang telah disusun model yang ditawarkan bermacam-macam. Mulai dari listing di bursa saham untuk menjadi perusahaan terbuka. Atau lewat cara dengan koperasi karyawan dan koperasi asosiasi petani. Terakhir bisa juga dengan joint venture dengan mitra WNI.

Spudnik Sujono, Direktorat Jenderal Hortikulturan Kemtan menjelaskan, prinsip Kemtan menjaga investasi pertanian yang sudah ada saat ini. Hanya saja ia menolak jika Permentan divestasi perusahaan benih bisa dominan menguasai persentase kepemilikan. "Tidak mungkin melawan UU. Kami upayakan mereka yang sudah beroperasi saat ini dan berinvestasi tetap berjalan," tandas Spudnik.

UU Hortikultura No 13 Tahun 2010 pada dua pasal yakni pasar 100 ayat 3 dan pasal 131 ayat 2 dikhawatirkan dapat mengganggu produksi benih hortikultura. Aturan tersebut diyakini dapat merugikan industri hortikultura hingga Rp 70 triliun.

Seperti diketahui kedua pasal tersebut berisikan penanaman modal asing dibatasi paling banyak 30%. Juga, batas waktu empat tahun setelah UU berlaku dan berlaku surut bagi PMA yang sudah menanamkan modal di Indonesia. Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyebut nilai kerugian jika hengkangnya PMA mencapai Rp 70 triliun plus penurunan produktivitas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto