BKPM kantongi minat investasi US$ 165 juta



JAKARTA. Kunjungan kerja Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ke Singapura akhir pekan lalu (4/12) berhasil mengantongi minat investasi senilai total US$ 165 juta dari sektor telekomunikasi dan farmasi.

Masing-masing sektor menunjukan minat investasi senilai US$ 150 juta untuk sektor komunikasi dan farmasi sebesar US$ 15 juta. Investor Singapura di bidang farmasi tersebut akan diarahkan untuk memanfaatkan layanan izin investasi 3 jam di BKPM.

Franky Sibarani, Kepala BKPM menjelaskan bahwa perusahaan farmasi di Singapura memiliki database di India dengan tenaga kerja mencapai 12.000 di seluruh dunia. Perusahaan juga didukung oleh 600 peneliti dengan penetrasi produk yang telah dipasarkan di 18 negara eropa dan lebih dari 30 negara di dunia.


Lebih lanjut, Franky menjelaskan bahwa investor potensial tersebut merupakan perusahaan pertama di dunia yang memulai nano technology di bidang farmasi. "Produknya bekerja melindungi sel yang tidak kena kanker tetap hidup dan menjadikan sel kanker sebagai target untuk dimusnahkan," paparnya.

Namun demikian, perusahaan juga menyampaikan beberapa catatan terkait rencana investasi di Indonesia. salah satunya adalah kekhawatiran soal izin dari kementerian teknis yang dinilai cukup memakan waktu. Oleh karena itu, BKPM mendorong pemanfaatan layanan 3 jam karena investasi perusahaan tesebut senilai lebih dari US$ 8 juta.

Singapura merupakan salah satu sumber FDI terbesar di Indonesia. Dari catatan BKPM, sejak tahun 2010 hingga kuartal ketiga tahun 2015, FDI dari Singapura mencapai hampir US$ 30 miliar yang terdiri dari 6.868 proyek.

Jumlah tersebut merupakan kontribusi dari beberapa sektor di antaranya sektor transportasi, pergudangan dan telekomunikasi, pertanian dan perkebunan, pertambangan, industri makanan, industri mineral dan bukan metal, serta ketenagalistrikan, gas dan air.

Dari data yang dirilis oleh BKPM periode Januari-September 2015, Singapura merupakan negara dengan peringkat teratas dengan nilai investasi mencapai US$ 3,5 miliar, kemudian disusul dengan Malaysia US$ 2,9 miliar, Jepang US$ 2,5 miliar, setelah itu Korea Selatan US$ 1,0 miliar dan Belanda US$ 0,9 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Havid Vebri