JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan arus investasi Australia dan Brasil tak terganggu atas protes keras kedua negara terhadap warga negaranya yang dikenakan hukuman mati kasus narkoba. "Kalau dilihat dari investasi sebetulnya minat Australia masih tinggi. Saya garis bawahi, minat Australia untuk investasi di Indonesia masih tinggi," kata Kepala BKPM Franky Sibarani, Senin (23/2). Menurut Franky, situasi terakhir di mana kedua negara melakukan protes keras kepada Indonesia atas keputusan hukuman mati kasus narkotika terhadap warganya tidak membuat para investor menunda investasi. "Sejauh ini mereka tidak terlalu melihat kondisi politik seperti itu. Pasalnya, faktor di dalam negeri Indonesia jauh lebih penting," ujarnya. Kondisi birokrasi yang kini berubah dan stabilitas ekonomi Tanah Air, menurut Franky, masih jadi pertimbangan utama para investor. Pertimbangan lainnya, adalah harapan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla atas kebijakan soal investasi. "Birokrasi berubah. Kalau dulu kami lebih banyak keluarkan izin, sekarang kami mereformasi izin itu sendiri. Kemudian, stabilitas ekonomi dan tentunya terpilihnya Pak Jokowi dan Pak JK tentu memberi harapan baru soal investasi," katanya. Atas dasar itulah, lanjut Franky, hingga saat ini belum ada keputusan adanya penghentian investasi. Terlebih, investasi yang telah ada atau minat baru dipastikan membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa terealisasi. "Misalnya Proton (perusahaan mobil Malaysia) itu enam bulan saja mereka harus lakukan studi kelayakan. Pada saat studi kelayakan itu, setelah diputuskan, itu sulit untuk mundur hanya karena keputusan politik," katanya. Ia juga menekankan, hubungan dagang antara Indonesia-Australia dan Indonesia-Brasil sejauh ini masih saling menguntungkan. Australia menanamkan modal di sektor industri, kelistrikan hingga pabrik gula. Sementara dengan Brasil, hubungan dagang dilakukan dengan pembelian pesawat untuk TNI dari negeri Samba itu. "Bahkan indikasinya investasi Australia akan meningkat. Tapi kalau Brasil, tidak banyak," katanya. Sebelumnya, Australia mendesak agar eksekusi mati terhadap dua warga negaranya dibatalkan. Bahkan, dalam permohonan pembatalan eksekusi itu, Australia mengaitkan bantuannya saat terjadi tsunami di Aceh. Sementara di Brazil, protes dilakukan Presiden Brasil Dilma Rousseff dengan menolak surat mandat Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto. Padahal, saat itu Dubes Toto sudah berada di Istana Kepresidenan bersama sejumlah dubes lain yang akan bertugas di Brazil. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
BKPM pastikan investasi Australia & Brasil 'aman'
JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) memastikan arus investasi Australia dan Brasil tak terganggu atas protes keras kedua negara terhadap warga negaranya yang dikenakan hukuman mati kasus narkoba. "Kalau dilihat dari investasi sebetulnya minat Australia masih tinggi. Saya garis bawahi, minat Australia untuk investasi di Indonesia masih tinggi," kata Kepala BKPM Franky Sibarani, Senin (23/2). Menurut Franky, situasi terakhir di mana kedua negara melakukan protes keras kepada Indonesia atas keputusan hukuman mati kasus narkotika terhadap warganya tidak membuat para investor menunda investasi. "Sejauh ini mereka tidak terlalu melihat kondisi politik seperti itu. Pasalnya, faktor di dalam negeri Indonesia jauh lebih penting," ujarnya. Kondisi birokrasi yang kini berubah dan stabilitas ekonomi Tanah Air, menurut Franky, masih jadi pertimbangan utama para investor. Pertimbangan lainnya, adalah harapan pada pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla atas kebijakan soal investasi. "Birokrasi berubah. Kalau dulu kami lebih banyak keluarkan izin, sekarang kami mereformasi izin itu sendiri. Kemudian, stabilitas ekonomi dan tentunya terpilihnya Pak Jokowi dan Pak JK tentu memberi harapan baru soal investasi," katanya. Atas dasar itulah, lanjut Franky, hingga saat ini belum ada keputusan adanya penghentian investasi. Terlebih, investasi yang telah ada atau minat baru dipastikan membutuhkan waktu yang panjang untuk bisa terealisasi. "Misalnya Proton (perusahaan mobil Malaysia) itu enam bulan saja mereka harus lakukan studi kelayakan. Pada saat studi kelayakan itu, setelah diputuskan, itu sulit untuk mundur hanya karena keputusan politik," katanya. Ia juga menekankan, hubungan dagang antara Indonesia-Australia dan Indonesia-Brasil sejauh ini masih saling menguntungkan. Australia menanamkan modal di sektor industri, kelistrikan hingga pabrik gula. Sementara dengan Brasil, hubungan dagang dilakukan dengan pembelian pesawat untuk TNI dari negeri Samba itu. "Bahkan indikasinya investasi Australia akan meningkat. Tapi kalau Brasil, tidak banyak," katanya. Sebelumnya, Australia mendesak agar eksekusi mati terhadap dua warga negaranya dibatalkan. Bahkan, dalam permohonan pembatalan eksekusi itu, Australia mengaitkan bantuannya saat terjadi tsunami di Aceh. Sementara di Brazil, protes dilakukan Presiden Brasil Dilma Rousseff dengan menolak surat mandat Duta Besar Indonesia untuk Brasil Toto Riyanto. Padahal, saat itu Dubes Toto sudah berada di Istana Kepresidenan bersama sejumlah dubes lain yang akan bertugas di Brazil. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News