BKPM: Target investasi properti Rp 933 triliun



JAKARTA. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan melayani perizinan investasi properti di Indonesia melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) mulai tahun depan. Kebijakan ini dilakukan untuk mendorong nilai investasi yang dipatok pemerintah dalam lima tahun ke depan sebesar Rp 933 triliun. 

Pasalnya, BKPM memprediksi, ketertarikan investor untuk menanamkan modalnya di sektor properti pada tahun depan akan menurun. Pemicunya adalah penjualan properti pada 2015 akan melambat sejalan belum pulihnya perekonomian nasional. Ini akibat melemahnya daya beli masyarakat karena efek kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dan suku bunga perbankan.

Azhar Lubis, Deputi Bidang Pengendalian Penanaman Modal BKPM mengatakan, nilai investasi sektor properti di sepanjang kuartal ketiga 2014 baru mencapai US$ 402,5 juta dengan 91 jumlah proyek. Angka ini memang  meningkat dibandingkan realisasi investasi properti pada periode yang sama tahun 2013 sebesar US$ 124,8 juta US$ dengan 65 proyek properti.


Hanya saja, jika dibandingkan dengan realisasi investasi di sektor tersier (industri jasa) lainnya seperti transportasi, investasi properti masih tertinggal. Pada kuartal ketiga tahun ini, realisasi nilai investasi di sektor transportasi mencapai US$ 1,15 miliar.

Karena itu, melalui penerapan PTSP, investasi properti akan tetap tumbuh. Apalagi, lanjut Azhar, seiring dengan adanya pertumbuhan masyarakat kelas menengah yang menginginkan hunian berkualitas, investasi properti masih sangat menjanjikan. 

Data Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 menunjukkan, jumlah populasi masyarakat kelas menengah dengan pengeluaran per kapita US$ 2-US$ 20 per hari mencapai 56,5% atau sekitar 40 juta jiwa. Pada tahun 2015, jumlah ini diyakini akan meningkat jadi 70% atau 170 juta jiwa. “Investasi sektor properti akan tumbuh bila daerah-daerah pusat pertumbuhan ekonomi berkembang,” ujar Azhar di acara Economic Outlook 2015, Potensi Investasi Properti di Tahun Pembangunan Infrastruktur di Jakarta, Rabu (3/12).

Menurut Azhar, selama ini ada lima provinsi yang menjadi tujuan investasi di sektor properti, yakni DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Sedangkan penanaman modal asing yang tertarik investasi di sektor properti masih didominasi oleh investor asal British Virgin Islands, Singapura, Hongkong, dan Jepang.

Azhar optimistis, banyaknya proyek infrastruktur yang akan dibangun oleh pemerintah, akan mendorong minat investor menanamkan modalnya di Indonesia. Ia pun yakin, nilai investasi akhir tahun ini sebesar Rp 426 triliun tercapai. Begitu target tahun 2015.

Ali Tranghanda, Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch (IPW) menilai, pada tahun depan, pasar properti Indonesia akan berada dalam titik terendah. Ini disebabkan adanya kenaikan harga properti sebagai dampak pengalihan subsidi BBM dan kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate dari 7,5% menjadi 7,75%. 

Menurut Ali, kondisi tersebut bisa menyebabkan pasar properti Indonesia yang sudah melambat semakin turun. Catatan Ali, pada kuartal III 2014 terjadi penurunan penjualan properti lebih dari 69% dibandingkan kuartal III tahun 2013 akibat lesunya daya beli. 

Namun, Ali berharap, sejalan dengan program pembangunan infrastruktur yang digalakkan pemerintah, pasar properti tahun depan akan tumbuh. “Dengan rencana pemerintah membangun infrastruktur, investasi properti bisa meningkat. Sebab, investasi properti terkait dengan infrastruktur,” kata Ali. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto