Blokir IMEI akan berefek negatif buat pemerintah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tepat pada saat masyarakat merayakan hari kemerdekaan, Kementrian Komunikasi dan Informatika bersama, Kementrian Perindustrian (dan Kementerian Perdagangan (Kemdag) akan meneken aturan memblokir International Mobile Equipment Identity (IMEI). Pakar Telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward mengatakan, sebagai warga negara yang baik, kita harus mendukung program pemerintah khususnya dalam memberantas peredaran barang ilegal.

Tapi Ian menyoroti alat untuk pemindai IMEI dari Qualcomm yang bernama Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS), sekarang berganti nama menjadi Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (Sibina). Ia khawatir, alat tersebut mengambil data pemilik ponsel di Indonesia. "Bisa saja Qualcomm mendapat data mengenai pangsa pasar di Indonesia dari situ," kata Ian, dalam pernyataan tertulis, Rabu (14/8).

Sementara Komisoner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Alamsyah Saragih mengingatkan agar mempertimbangkan lagi dengan matang rencana membuat regulasi pemblokiran IMEI. Jangan sampai ada pihak-pihak yang memanfaatkan big data bagi kepentingan tertentu. Ia menyoroti aturan bea masuk 0%, tapi di sisi lain  impor barang peralatan yang digunakan industri perakitan ponsel dalam negeri malah terkena pajak. "Kemprin bilang aturan itu untuk melindungi industri dalam negeri, tapi kalau perakitan terkena pajak, apa yang dilindungi," ujar Alamsyah kepada Kontan.co.id.


Ia juga menyoroti Kemdag yang seharusnya memberikan perlindungan konsumen. Tapi sekarang malah mau merepotkan konsumen yang tidak mengetahui apakah barang yg mereka beli tersebut ilegal atau tidak. Dan akan menyampaikan ke publik agar Kementerian Keuangan segera mengevaluasi dan memperbaiki peraturan menteri soal pajak yang dibuat pada tahun 2011 tersebut. "Bayangkan setelah aturan itu pemerintah malah di-bully publik. Selama ini beberapa kementerian melakukan kebijakan tambal sulam," terang Alamsyah. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Ahmad Febrian