BLU Batubara Masih Dalam Pembahasan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaksanaan Badan Usaha Layanan Umum (BLU) Batubara dikabarkan mengalami kendala sehingga pemerintah masih membahasnya lebih lanjut. Salah satunya pembahasan yang masih berjalan saat ini ialah mengenai mekanisme pelaksanaannya.

Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF). Singgih Widagdo menyatakan, menjelang BLU final, justru Pemerintah mengubah dari mekanisme BLU menjadi Mitra Instansi Pengelola (MIP).

“Namun Pemerintah telah memberikan klarifikasi, bahwa pola MIP secara isi hampir tidak mengubah apa yang ada dalam BLU,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (9/1).


Namun, lanjut Singgih, pengelola BLU yang awalnya akan diberikan kepada Lemigas (ESDM), bisa jadi akan berubah. Apapun bentuknya, apakah itu BLU atau “baju baru” MIP langkah tujuannnya sama yaitu meminimalkan disparitas harga yang terjadi untuk mengamankan keandalan pasokan batubara di dalam negeri, khususnya untuk kepentingan kelistrikan nasional.

“Dengan diimplementasi BLU atau MIP, maka otomatis kebijakan terkait Denda dan Kompensasi menjadi tidak berlaku kembali,” ujarnya.

Singgih berpesan, selama BLU dan MIP belum diimplementasi, sebaiknya kebijakan denda dan kompensasi tetap harus diberlakukan, untuk kepentingan menjaga keandalan pasokan di dalam negeri (DMO).

Baca Juga: Pelaku Usaha Masih Menanti BLU Batubara

Sejatinya, bagi IMEF, skema BLU sudah sangat ideal. Bukan saja bagi Pemerintah dalam menjaga keandalan pasokan batubara untuk kepentingan kelistrikan nasional (PLN), tetapi perusahaan juga  mendapatkan harga batubara di dalam negeri yang mendekati harga ekspor.

“Tetapi kalau Pemerintah akan menggantikan dengan mekanisme MIP, yang dikatakan secara prinsip sama, maka apapun bentuknya, terpenting implementasi BLU ataupun MIP dapat dipercepat di tengah tingginya disparitas harga,” tandasnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menyatakan, pada dasarnya skema BLU ini adalah sebuah skema “pungut salur”. Jadi lembaga yang melaksanakan skema ini hanyalah memungut dan menyalurkan secara tepat dan efektif.

“Jadi lembaga tersebut bukanlah pihak yang menumpuk dana pungutan DMO. Oleh karena itu pengelolanya tidak hanya badan di bawah kementerian/lembaga Pemerintah tapi bisa saja oleh lembaga swasta yang disepakati bersama dan direstui oleh pemerintah,” jelasnya saat dihubungi terpisah.

Hendra menjelaskan lebih lanjut, pada dasarnya dana yang dipungut itu oleh pelaku usaha dan kemudian disalurkan kembali ke pelaku usaha juga. Dalam hal ini pemerintah sedang mempertimbangkan berbagai opsi yang tepat dengan memperhatikan aspek tata kelola (governance).

Baca Juga: Ombudsman Masih Pantau Perkembangan Pembentukan BLU Batubara

Hendra menjelaskan lebih lanjut, pada dasarnya ide awal pembentukan BLU batubara didasari keinginan agar ada solusi permanen dalam menjamin tersedianya pasokan batubara di dalam negeri. Khususnya di saat harga komoditas sedang melambung tinggi dan di sisi lain tersedianya skema yang menjamin kesetaraan (level playing field) bagi para pemasok sementara PLN tidak dirugikan.

“Dalam perjalanannya kami memahami dari sisi Pemerintah tentu tidak mudah untuk mendapatkan skema yang benar-benar dapat menjamin kesetaraan,” terangnya.

Menurut Hendra, pendirian BLU pada akhirnya tidak mudah karena melibatkan berbagai kementerian/lembaga terkait sehingga prosesnya butuh waktu yang tidak cepat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari