KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkap kondisi El Nino dan La Nina pada Juni-September 2024 yang bertepatan dengan datangnya musim kemarau di Indonesia. Untuk diketahui, El Nino adalah memanasnya suhu muka laut di Samudra Pasifik bagian tengah hingga timur yang menyebabkan Indonesia menjadi kering dan curah hujan berkurang. Sementara La Nina adalah fenomena mendinginnya suhu permukaan laut (SML) di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya yang dapat meningkatkan curah hujan di Indonesia.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, analisis curah hujan dan analisis sifat hujan untuk tiga dasarian terakhir menunjukkan kondisi kering sudah memasuki wilayah Indonesia di bagian selatan Khatulistiwa. Terkait El Nino-Southern Oscillation (ENSO) pada musim kemarau 2024, ia menuturkan bahwa fenomena tersebut saat ini diprediksi netral. Hingga dasarian II atau 10 hari kedua di bulan Mei 2024, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudra Pasifik menunjukkan indeks El Nino sebesar positif 0,21 atau dalam kondisi netral.
Baca Juga: La Nina Diramal Muncul Juni 2024, Ini Dampaknya Bagi Indonesia “Indeks netral El Nino sudah bertahan pada level netral selama dua dasarian dan diprediksi akan terus netral sampai periode Juni-Juli 2024,” ujar Dwikorita dalam konferensi pers daring, Selasa (28/5/2024). “Selanjutnya pada periode Juli, Agustus, September 2024 ENSO netral akan beralih menuju fase La Nina lemah yang akan bertahan hingga akhir tahun 2024,” tambahnya. Terkait munculnya La Nina setelah September 2024, Dwikorita mengatakan, fenomena ini diprediksi tidak berdampak pada musim kemarau yang akan segera terjadi. Sedangkan di Samudra Hindia, pemantauan suhu muka laut menunjukkan kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) netral, namun ada kecenderungan menjadi IOD positif.
Waspada kekeringan
Meski El Nino dinyatakan netral dan La Nina diprediksi lemah, BMKG memperingatkan bahwa musim kemarau akan disertai dengan kekeringan. Dilansir dari laman BMKG, daerah dengan potensi curah hujan bulanan sangat rendah dengan kategori kurang dari 50 mm per bulan perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dan antisipasi dampak kekeringan.
Wilayah yang berpotensi mengalami curah hujan bulanan sangat rendah meliputi Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, dan sebagian Maluku, dan Papua.
Baca Juga: BMKG Ingatkan Pemerintah Siaga Hadapi Kekeringan, Ini Wilayah yang Terdampak Dwikorita menyampaikan, hasil monitoring hotspot atau titik panas yang dilakukan menggunakan satelit menunjukkan, sudah muncul beberapa hotspot awal pada daerah yang rawan kebakaran hutan dan lahan. “Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, Bali dan Nusa Tenggara, sebagian Pulau Sulawesi, dan sebagian Maluku dan Papua,” ujarnya.
Editor: Barratut Taqiyyah Rafie