KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, 19% zona musim di wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau. Menurut prediksi BMKG, beberapa wilayah akan mengalami kemarau dengan kondisi di bawah normal atau dengan kata lain akan lebih kering dari biasanya. Dwikorita bilang, zona bawah normal akan menjadi fokus utama BMKG agar musim kemarau di wilayah yang lebih kering dari biasanya tersebut dapat dimitigasi.
"Dan dilakukan (Teknologi Modifikasi Cuaca) TMC juga untuk wilayah yang rawan kebakaran hutan," terang Dwikorita dalam Jumpa Pers yang disiarkan melalui Youtube BMKG, Selasa (28/5).
Baca Juga: BMKG Ingatkan Pemerintah Siaga Hadapi Kekeringan, Ini Wilayah yang Terdampak Wilayah-wilayah yang dimaksud terdapat di bagian selatan khatulistiwa yakni sebagian wilayah Sumatra bagian selatan, Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan bagian selatan, sebagian kecil Kalimantan, Maluku, dan Papua bagian selatan. Lalu, ada beberapa wilayah yang diprediksi curah hujannya akan sangat rendah hingga Oktober 2024 yakni sebagian wilayah Lampung, Jawa, Bali, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara, sebagian Maluku dan Papua bagian selatan. Di samping wilayah-wilayah yang bakal mengalami kemarau ekstrim, Dwikorita turut mengingatkan bahwa masih ada wilayah-wilayah lain yang malah berpotensi banjir. "Namun, bukan berarti sudah tidak ada hujan. Di beberapa wilayah justru yang kemarau baru 19% zona musim, sisanya masih hujan bahkan ada yang mengalami banjir-banjir bandang," Hal tersebut, menurutnya dikarenakan luas wilayah Indonesia dan kompleksitas keadaan geografis masing-masing wilayah.
Baca Juga: Hadapi Potensi Kekeringan Ekstrim, BMKG akan Terapkan Teknologi Modifikasi Cuaca Dalam pernyataan resminya, Dwikorita telah menghimbau pemerintah untuk memberikan perhatian khusus dalam upaya mitigasi dampak kekeringan meteorologis. BMKG terus memantau titik-titik panas (hotspot) yang sudah muncul di beberapa daerah-daerah rawan kebakaran lahan dan hutan (karhutla), perlu diwaspadai daerah-daerah yang memiliki resiko menengah dan tinggi. "Terkait pertanian, maka pola dan waktu tanam untuk iklim kering pada wilayah terdampak dapat menyesuaikan. Karenanya, BMKG akan melakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kemeterian Pertanian dan Gubernur Provinsi terdampak," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi