BMTR berharap pendapatan naik 20% di 2014



JAKARTA. PT Global Mediacom Tbk (BMTR) yakin, industri media bertumbuh lebih kencang di tahun depan. Dus, BMTR membidik kenaikan pendapatan sebesar 20% pada 2014.

Tahun ini, BMTR memproyeksikan bisa meraih pendapatan Rp 10,26 triliun, naik 15% dari tahun sebelumnya. Dengan begitu, pendapatan BMTR bisa mencapai Rp 12,31 triliun di tahun depan.

David Fernando Audy, Direktur BMTR mengatakan, pendapatan itu masih seiring dengan pendapatan industri media. Dia yakin, tahun depan belanja iklan menjelang pemilu akan tumbuh besar sehingga menunjang pendapatan BMTR. Pertumbuhan yang sama juga diharapkan untuk emiten televisinya, PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN).


"Pertumbuhan ini didorong dari belanja iklan politik tahun depan yang bisa mencapai triliunan hanya untuk televisi," kata David, Selasa (3/12). Menurutnya, Pemilu 2014 merupakan saat yang ditunggu emiten media.

Perseroan ini menganggarkan belanja modal US$ 20 juta atau Rp 236 miliar di 2014. Belanja modal itu untuk pengembangan infrastruktur. David bilang, dana itu masih berasal dari kas BMTR. "Jadi kami belum ada rencana untuk mencari pinjaman eksternal," ujar dia. Belanja modal itu memang tidak besar lantaran BMTR sudah memiliki infrastruktur yang memadai.

Pertumbuhan kinerja BMTR, diakui David, sedikit melambat di kuartal III 2013. Sebab, emiten media banyak berebut pangsa pasar. Tengok saja, per Oktober 2013, anak usaha BMTR, yakni MNCN kehilangan pangsa pasar pemirsa (audience share) sekitar 6,4% secara year-on-year (yoy). Nielsen Audience Measurement melaporkan, pada Oktober 2013, audience share MNCN hanya 38%. Pada periode sama 2012, audience share MNCN sebesar 40,6%.

Namun jika dirata-rata dalam 10 bulan ini, audience share MNCN tetap tertinggi, yakni 40,7%. Pangsa pasar MNCN ini naik 10% yoy.

Per kuartal III 2013, laba bersih BMTR menurun 28,25% menjadi Rp 632,15 miliar. Padahal, pendapatan naik 16,62% menjadi Rp 7,32 triliun. Laba turun karena rugi kurs. "Kalau dari EBITDA tumbuh," jelas David. BMTR tidak melakukan lindung nilai atau hedging karena porsi utang dengan mata uang asing masih kecil.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana