BNBR akan cari investor dari Jepang



JAKARTA. PT Bakrie & Brothers (BNBR) belum mengubah rencana di pembangunan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Tanjung Jati A. BNBR yang sudah menjalin kerjasama dengan Samsung C&T Corporation, masih mencari mitra lain.

Perusahaan yang bergerak di bidang infrastruktur ini ingin mengajak perusahaan asal Jepang. "Kami memang akan mencari investor asal Jepang untuk masuk ke proyek ini," kata Bobby Gafur, Direktur Utama BNBR di Jakarta, Jumat (19/8).

BNBR memutuskan mencari investor dari Jepang karena perusahaan milik Grup Bakrie ini tengah mencoba mendapatkan pinjaman dari Japan Bank for International Cooperation (JBIC). "Pinjaman dari JBIC sangat menguntungkan karena tenornya bisa sampai 15 tahun," lanjut Bobby.


Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR, menjelaskan JBIC mensyaratkan agar BNBR menggandeng perusahaan asal Jepang jika ingin mendapat pinjaman. Mitra asal Jepang itu juga harus menguasai 30% saham di proyek PLTU Tanjung Jati A.

Saat ini, BNBR merupakan pemegang saham mayoritas di proyek tersebut. Samsung menguasai 10% porsi kepemilikan di proyek ini. Tapi perusahaan asal Korea Selatan ini masih berniat memperbesar kepemilikan di proyek ini.

Jika BNBR berhasil mendapat investor strategis dari Jepang, kemungkinan BNBR akan menguasai 51% saham. Sedang investor Jepang akan mendapat porsi saham sebesar 30% dan sisanya milik Samsung. "Yang jelas kami tetap akan mayoritas. Jadi komposisinya mungkin seperti itu, sesuai dengan syarat JBIC," tutur Eddy.

BNBR juga telah mengantongi komitmen empat bank asal Korea Selatan untuk menyalurkan pinjaman. Menurut Bobby, Exim Bank dan Hana Bank sudah menyatakan siap menyalurkan kredit untuk PLTU yang sudah terbengkalai sejak 1998 tersebut.

Tapi BNBR masih merahasiakan nilai pinjaman yang diperoleh. Manajemen BNBR beralasan, pihaknya masih mencoba mendekati JBIC. Yang jelas, BNBR akan mendanai sekitar 30% proyek senilai US$ 2 miliar tersebut dari kas internal. Sisa pendanaan akan dipenuhi dari pinjaman. "Kami bisa mendanai US$ 600 juta dari kas internal," pungkas Eddy.

Sebagai catatan, akhir tahun ini BNBR berencana mengeluarkan obligasi rupiah senilai Rp 1 triliun. Perusahaan milik konglomerat Aburizal Bakrie ini tengah meminta pemeringkatan ke PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo).

BNBR akan memakai buku September untuk aksi korporasi ini. Jika kondisi pasar masih bearish, BNBR bisa menunda penerbitan obligasi hingga tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini