JAKARTA. PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) berusaha keras memperbaiki laporan kinerja keuangannya. Hingga kini BNBR memang belum resmi mengumumkan laporan kinerja keuangan tahun 2011, namun manajemen BNBR optimistis kinerja tahun lalu bakal bertinta biru. Sekadar pengingat, pada 2010 salah satu emiten Grup Bakrie ini rugi cukup besar, yakni mencapai Rp 7,64 triliun. Namun, pada semester I 2011, BNBR sudah bisa meraih laba bersih sebesar Rp 45,49 miliar. Meski pada kuartal ketiga 2011, BNBR kembali merugi hingga Rp 650,66 miliar. Eddy Soeparno, Direktur Keuangan BNBR mengatakan, laba bersih BNBR periode Januari-Desember 2011 bisa mencapai Rp 130 miliar hingga Rp 145 miliar. "Laba 2011 dari kegiatan investasi dan jasa perdagangan bahan bakar," ujarnya, Minggu (22/4).
Sebagai perusahaan investasi, BNBR memang memiliki banyak kendaraan investasi, baik yang berbasis di Singapura maupun Cayman Island. Dari laporan keuangan per September 2011, tercatat nama-nama seperti Bakrie Fund Pte. Ltd (BF) dan Bakrie Investment Pte. Ltd (BI) yang berbasis di Singapura, menjadi anak usaha BNBR. Lantas ada pula perusahaan investasi bernama Sebastopol Inc (SI) yang berlokasi di Caymand Island serta Helix Investment Hodling Ltd (Helix) yang bermarkas di British Virgin Island. Sementara, anak usaha BNBR yang bergerak di bidang perdagangan minyak dan gas bumi antara lain, PT Barkrie Gasindo Utama, Bakrie Java Energi, dan PT Energas Daya Pratama. Sekadar informasi, pada akhir tahun 2011 BNBR melakukan penjualan atas kepemilikan saham di Bakrie Telecom (BTEL). BNBR melakukan transksi pelepasan saham BTEL senilai Rp 1,46 triliun. BNBR menjual 4,3 miliar saham BTEL kepada Mount Charlotte seharga Rp 340 per saham. Transaksi tersebut berlangsung di luar bursa. Dengan demikian, jumlah saham BTEL milik BNBR saat ini yang tersisa sebanyak 8,52 miliar atau setara dengan 29,95% dari seluruh jumlah saham beredar. Tak layak koleksi Di saat yang sama, BNBR juga melakukan penyelesaian atas pinjaman dengan Ascention Ltd., Seychelles. BNBR melepas 170,48 juta saham Bakrie Sumatera Plantations (UNSP) di harga Rp 330 per saham. Total nilai transaksi tersebut mencapai Rp 56,25 miliar. Transaksi pelepasan saham UNSP itu juga dilakukan di luar bursa. Setelah transaksi itu, kepemilikan BNBR di UNSP tinggal 3,71 miliar saham atau setara dengan 27,42% dari total saham yang beredar. Penyelesaian utang ini diperkirakan juga bisa mengurangi beban bunga perseroan. Adapun bunga yang dibebankan Ascention itu 15% per tahun. Edwin Sebayang, Kepala Riset MNC Securities berpendapat kinerja BNBR yang bakal biru itu di luar dugaan. Meski Edwin belum mau menanggapi lebih lanjut terkait perkiraan kinerja itu, yang jelas, BNBR harus menjual seluruh saham BTEL untuk mengurangi beban pembukuan. Maklum, BTEL ini membukukan rugi bersih yang nilainya mencapai Rp 782,69 miliar sepanjang tahun lalu.
Kendati kinerja membaik, Edwin masih menyarankan para investor untuk menghindari saham BNBR. Saham BNBR cenderung stangnan di level Rp 50 per saham. Menurut Edwin, harga saham BNBR di pasar negosiasi ditransaksikan di bawah Rp 50 per saham, yakni di kisaran Rp 40 hingga Rp 45 per saham. Satrio Utomo, Kepala Riset Universal Broker Indonesia, menambahkan, jika kinerja keuangan BNBR dan anak perusahaan Grup Bakrie masih labil, ia hanya merekomendasikan saham-saham Grup Bakrie untuk perdagangan saham harian saja. Para investor yang berniat berinvestasi jangka panjang harus menunggu perbaikan manajemen utang dan usaha dari Grup Bakrie terlebih dahulu. "Laba bersih Grup Bakrie harus ditingkatkan terlebih dahulu," ujar Satrio. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie