BNI fasilitasi lindung nilai utang Garuda



JAKARTA. Keinginan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) agar perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melakukan hedging alias lindung nilai kebutuhan valuta asing (valas) mulai terealisasi.

Kemarin (25/6), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) dan PT Garuda Indonesia Tbk menjalin kerjasama tersebut. Kerjasama di antara dua BUMN tersebut diwujudkan dalam bentuk cross currency swap (CCS) dengan nilai Rp 500 miliar dalam jangka waktu tiga tahun atas pokok dan bunga pinjaman. Tak hanya dengan Garuda, BNI pun berkomitmen menawarkan hedging, khususnya kepada perusahaan berlabel pelat merah lainnya.

"Hedging ini mudah-mudahan bisa diikuti perusahaan lain, tidak hanya swasta, khususnya BUMN. Apalagi payung hukum kuat yakni ongkos hedging tidak akan menjadi kerugian negara," tutur Suwoko Singoastro, Direktur Treasury dan Financial Institusi BNI.


Suwoko menambahkan, transaksi hedging akan menghindarkan perusahaan dari dampak fluktuasi nilai tukar rupiah. Dari sisi bisnis, BNI pun mendapat keuntungan dalam bentuk komisi dari transaksi hedging tersebut. Tapi, dia enggan membeberkan persentase komisi yang dipatok BNI.

Aryo Bimo Notowidigdo, Kepala Divisi Treasury BNI, menambahkan, ke depan pihaknya akan membuka ruang transaksi hedging dengan perusahaan lain, khususnya perusahaan BUMN.

"Kami ingin sebanyak-banyaknya dengan BUMN. Soal nilai, itu disesuaikan dengan kebutuhan nasabah," tuturnya. Bimo menilai, saat ini banyak BUMN yang membutuhkan hedging. Namun, hal itu kembali lagi kepada perusahaan yang bersangkutan untuk merealisasikannya dalam waktu yang tepat. Meski sudah mempelopori transaksi headging dengan satu perusahaan pelat merah, BNI juga menawarkan kerjasama dengan bank lain untuk menggarap BUMN lainnya.

"Peluang hedging tidak semua kami ambil. Kami juga terbuka untuk kerjasama atau membagi dengan bank lainnya," kata Bimo. Saat ini, hedging Bank BNI masih menerapkan sistem cross currency swap. Artinya, utang berdenominasi dollar Amerika Serikat (AS) bisa dilunasi dengan rupiah jika terjadi kejatuhan nilai tukar.

Sahala Lumban Gaol, Staf Ahli Kementerian BUMN, menghimbau agar perusahaan BUMN tidak takut melaksanakan hedging karena payung hukumnya sudah jelas dan tidak akan ada nilai yang bakal diklaim sebagai kerugian negara. Sahala mengacu pada Peraturan Menteri BUMN tentang kebijakan umum transaksi lindung nilai BUMN pada tahun 2013. Peraturan ini diperkuat oleh peraturan Bank Indonesia tentang transaksi lindung nilai kepada bank.

Sebelumnya, Agus Martowardojo, Gubernur BI, menyatakan, banyak BUMN berkinerja buruk karena tak melindungi transaksinya. Padahal, perusahaan itu punya ketergantungan tinggi dengan utang luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie