JAKARTA. Bank Negara Indonesia (BNI) menganggap merger bank-bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukanlah hal yang mendesak. Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sektor perbankan tahun 2020 bisa dicapai dengan melakukan konsolidasi strategis. Gatot Murdiantoro Suwondo, Direktur Utama BNI mengatakan, sejatinya ada dua opsi konsolidasi yang diusulkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Pertama adalah konsolidasi institusi melalui merger atau akuisisi. Kedua, melalui konsolidasi strategis, dimana ada pembagian peran yang berbeda dan tegas antar bank dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional," kata Gatot dalam konferensi pers kinerja kuartal III 2014 BNI, Kamis (30/10). Gatot menegaskan hal yang terpenting sebetulnya adalah bagaimana dukungan perbankan BUMN bagi perekonomian nasional agar produksi dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Inilah yang menjadi kunci ekonomi berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) yang menjadi semboyan pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Disinilah pentingnya konsolidasi strategis bagi perbankan BUMN. Ada pembagian kontribusi yang jelas sehingga bisa maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Gatot. Disamping itu, 4 bank BUMN saat ini sudah memiliki kesiapan modal dan infrastruktur agar bisa bersaing di pasar ASEAN. "Mengapa yang sudah bagus ini diutak-atik. Seharusnya kalaupun didorong konsolidasi melalui merger, lebih tepat ditujukan kepada kelompok Bank BUKU II (kelompok bank dengan modal inti berkisar Rp 1 triliun - Rp 5 triliun) dan BUKU I (kelompok bank dengan modal inti berkisar Rp 100 miliar - Rp 1 triliun)," imbuh pria yang juga Ketua Umum Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) tersebut. Pendapat serupa juga datang dari Felia Salim, Wakil Direktur Utama BNI. Menurutnya, dengan 119 bank umum yang ada di Indonesia saat ini, finansial inclusion di Indonesia masih rendah. Masyarakat Indonesia yang memiliki rekening di bank hanya 70 juta dari 250 juta total penduduk. "Apalagi kalau jumlah bank dikurangi melalui merger," pungkas Felia.
BNI pilih konsolidasi bank BUMN, bukan merger
JAKARTA. Bank Negara Indonesia (BNI) menganggap merger bank-bank milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bukanlah hal yang mendesak. Dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sektor perbankan tahun 2020 bisa dicapai dengan melakukan konsolidasi strategis. Gatot Murdiantoro Suwondo, Direktur Utama BNI mengatakan, sejatinya ada dua opsi konsolidasi yang diusulkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). "Pertama adalah konsolidasi institusi melalui merger atau akuisisi. Kedua, melalui konsolidasi strategis, dimana ada pembagian peran yang berbeda dan tegas antar bank dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional," kata Gatot dalam konferensi pers kinerja kuartal III 2014 BNI, Kamis (30/10). Gatot menegaskan hal yang terpenting sebetulnya adalah bagaimana dukungan perbankan BUMN bagi perekonomian nasional agar produksi dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Inilah yang menjadi kunci ekonomi berdiri di atas kaki sendiri (berdikari) yang menjadi semboyan pemerintahan Presiden Joko Widodo. "Disinilah pentingnya konsolidasi strategis bagi perbankan BUMN. Ada pembagian kontribusi yang jelas sehingga bisa maksimal mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Gatot. Disamping itu, 4 bank BUMN saat ini sudah memiliki kesiapan modal dan infrastruktur agar bisa bersaing di pasar ASEAN. "Mengapa yang sudah bagus ini diutak-atik. Seharusnya kalaupun didorong konsolidasi melalui merger, lebih tepat ditujukan kepada kelompok Bank BUKU II (kelompok bank dengan modal inti berkisar Rp 1 triliun - Rp 5 triliun) dan BUKU I (kelompok bank dengan modal inti berkisar Rp 100 miliar - Rp 1 triliun)," imbuh pria yang juga Ketua Umum Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara) tersebut. Pendapat serupa juga datang dari Felia Salim, Wakil Direktur Utama BNI. Menurutnya, dengan 119 bank umum yang ada di Indonesia saat ini, finansial inclusion di Indonesia masih rendah. Masyarakat Indonesia yang memiliki rekening di bank hanya 70 juta dari 250 juta total penduduk. "Apalagi kalau jumlah bank dikurangi melalui merger," pungkas Felia.