JAKARTA. Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) menyiapkan sejumlah langkah untuk meningkatkan aspek perlindungan serta daya saing tenaga kerja Indonesia (TKI). Kepala BNP2TKI Nusron Wahid menyatakan, sektor TKI informal terlilit banyak masalah lantaran sistem perlindungan dan penempatannya tidak berjalan dengan baik. Makanya, Presiden Joko Widodo ingin menghentikan pengiriman tenaga kerja informal. Padahal, kalau sistem perlindungan dan penempatan berjalan baik, TKI baik yang informal maupun yang terlatih dan terdidik, bisa menjadi solusi bagi masalah ketenagakerjaan sekaligus penyumbang devisa.Makanya, BNP2TKI menyusun beberapa program untuk memperbaiki sistem penempatan dan perlindungan menjelang penerapan MEA. Program ini melingkupi fase prapenempat-an, masa penempatan, hingga perlindungan. Salah satunya, dengan mereformasi struktur kelembagaan pelayanan TKI. Rencananya, BNP2TKI menempatkan
employment services officer (ESO) yang mengurusi setiap perusahaan pelaksana penempatan TKI swasta (PPTKIS). “Mirip dengan
account representative (AR) di kantor pajak,” kata Nusron.
ESO inilah yang nanti bertugas memantau proses prapenempatan. Misalnya, memverifikasi perjanjian kerja penempatan (PKP), surat izin pengerahan (SIP), dan surat izin rekrutmen (SIR). ESO juga bertugas memastikan dalam rekrutmen tidak boleh menggunakan calo, sponsor, atau apapun. “Kalau ketahuan, walau cuma satu, semua dari PPTKIS itu akan kami
suspend,” ujar Nusron. Sampai awal Februari, BNP2TKI sudah membekukan pengiriman 164 PPTKIS. Rencananya, ESO diujicobakan di kantor percontohan di Jakarta, Bandung (Jawa Barat), Semarang (Jawa Tengah), serta Surabaya (Jawa Timur). Selain itu, ESO bertugas melakukan verifikasi dokumen sampai cek fisik alamat calon TKI. ESO juga mesti memonitor uji kompetensi, melakukan pendampingan, pengecekan calon majikan, sampai memastikan TKI selamat sampai ke rumah majikan. Tahap prapenempatan ini sangat penting karena menjamin proses penempatan berjalan lancar. Sebab, masalah yang terjadi selama ini umumnya proses prapenempatan tidak berjalan dengan benar. Mulai penyiapan dan pelatihan TKI yang tidak berjalan dengan baik, rekrutmen yang bermasalah, sampai memanipulasi ketentuan dan dokumen. “Tidak punya
skill tapi dibilang punya, umur belum cukup di-
upgrade. Begitu sampai di luar negeri menimbulkan masalah,” ucap Nusron. Padahal, kalau urusan prapenempatan ini benar, urusan ke depannya juga lancar. Layanan terpadu Program berikutnya, BNP2TKI akan meningkatkan aspek perlindungan TKI ketika sudah bekerja di luar negeri. Caranya, dengan membangun
early warning system (EWS) atau sistem deteksi dini. Programnya adalah membangun database profil semua TKI. Profil semua majikan juga harus ada, termasuk profil agen penempatan di luar negeri. “Kami harus tahu di mana TKI bekerja, berapa gajinya, dan load pekerjaannya,” ujar Nusron. Tak hanya itu, tim perlindungan BNP2TKI harus memiliki komunikasi dengan setiap TKI informal yang bekerja di luar negeri. Rencananya, setiap TKI memiliki
single identity number yang dihubungkan dengan kartu telepon yang mereka miliki. Kartu telepon TKI ini nantinya terhubung dengan sistem online BNP2TKI. “Dari situ negara hadir dan bisa memastikan TKI dalam kondisi sehat, kerja sesuai kontrak, gaji dibayar atau tidak,” katanya. BNP2TKI juga sedang mengembangkan layanan terpadu satu pintu (LTSP). Reformasi tata kelola TKI ini berupa penyederhanaan proses dokumentasi khususnya untuk pekerja sektor domestik seperti PRT. Saat ini, proses pengurusan TKI sangat panjang, melewati 22 tahap–23 tahap dan memerlukan waktu 5 bulan–6 bulan dengan ongkos mahal. Ini yang membuat TKI frustasi dan menghadapkan mereka pada ketimpangan serta penindasan struktural dari utang yang harus dibayar ke PPTKIS.
Ujung dari semua upaya dan program yang tengah dibangun BNP2TKI, Indonesia juga harus memperjuangkan seluruh ketentuan serta syarat perlindungan TKI kepada agen dan pemerintah negara tujuan. Indonesia harus berani menegaskan bargaining power alias posisi tawar sebagai penyedia jasa. Kalau upaya perlindungan TKI tak bisa diterapkan lantaran ada penolakan negara tujuan, opsi penghentian pengiriman harus berani ditempuh. “Meski ditakut-takuti nanti kita bakal kalah sama Filipina, enggak peduli,” tegas Nusron. Buktinya, meski sejak 2010 pengiriman TKI informal terus menurun, penerimaan remitansi dari TKI justru terus meningkat . Artinya, menjaga pengiriman TKI formal dan meningkatkan perlindungan kepada TKI berkorelasi positif dengan terpenuhinya hak-hak mereka, yang ujungnya adalah penerimaan remitansi. Di sinilah arti penting dari niat Jokowi untuk menjaga harkat dan martabat bangsa. Lazimnya, seseorang memutuskan pilihan berat untuk bekerja ke luar negeri, karena terdorong keinginan kuat untuk mengubah kondisi keluarga menjadi lebih baik. Memberdayakan dan melindungi TKI ialah bagian tak terpisahkan dari upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Amal Ihsan