Boediono: 4 risiko untuk perekonomian Indonesia



JAKARTA. Perekonomian Indonesia memulai babak barunya pada periode 2014 ini. Ada empat hal penting yang menjadi resiko, yang sudah pasti bakal membayangi pereknomian Indonesia setahun kedepannya. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Boediono."Empat resiko itu adalah likuiditas global, harga minyak glibal, konsumsi dalam negeri, dan politik dalam negeri," kata Boediono saat pidato pembukaan perdagangan bursa periode 2014, (2/1).Likuiditas global yang dimaksud itu ada kaitannya dengan tapering off yang dilakukan bank sentral AS, The Federal Reserve. Pasar masih belum melupakan ketika IHSG sempat terperosok hingga ke sekitar level 3.900 pada Mei lalu, padahal rencana tapering off kala itu masih sekadar wacana.Tapi, Boediono mengingatkan, tapering off ini diakibatkan oleh pemulihan ekonomi AS dan bukan perlambatan ekonomi global secara masif dan tiba-tiba seperti tahun 2008 lalu. Selain itu, tapering off ini juga akan dilakukan secara periodik."Karena periodik, maka masih ada waktu untuk meresponnya, masih ada waktu untuk membuat persiapan," tandas Boediono.Resiko kedua adalah harga minyak. Meski dalam jangka pendek pergerakan harga minyak masih akan dipengaruhi oleh faktor-faktor politik dan keamanan, khususnya dari negara-negara penyuplai minyak, tapi pada dasarnya harga minyak dunia sudah berada pada level baru untuk jangka panjang.Yang perlu dicermati saat ini adalah, produksi minyak dalam negeri. Kebijakan fiskal yang diambil untuk menjaga konsumsi minyak dalam negeri harus tetap dijaga. Jika perlu, action yang lebih pakem juga bisa saja diambil demi menjaga suplai minyak dalam negeri tetap on track.Resiko ketiga adalah konsumsi. Beda dengan negara maju, faktor inflasi di Indonesia didorong oleh tingkat konsumsi, bukan karena determinasi moneter. "Jadi, suplai bahan makanan pokok harus tetap dijaga, sehingga harganya tetap terkendali," imbuh Boediono.Resiko terakhir adalah soal politik. Sebentar lagi, pesta politik bakal segera diselenggarakan. Pelaku pasar pun memiliki pandangan yang terpecah, ada yang menyambut baik, tapi tidak sedikit pula yang cenderung apatis. Pada akhirnya, mereka memilih untuk ambil sikap wait and see."Tapi intinya, jika demokrasi bisa dijalankan dengan baik, maka stabilitas nasional bisa tetap terjaga," pungkas Boediono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Barratut Taqiyyah Rafie